CYBERSULUT.NET – Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika ( BMKG) memprediksi bahwa awal musim kemarau di Indonesia akan dimulai pada bulan April 2019.
Prediksi ini disampaikan oleh Deputi Bidang Klimatologi BMKG, Herizal saat jumpa pers Prakiraan Musim Kemarau 2019, Rabu (06/03/2019). Dia juga menyampaikan bahwa datangnya musim kemarau berkaitan erat dengan peralihan Angin Baratan (Monsun Asia) menjadi angin Timuran (Monsun Australia).
Menurutnya, peralihan peredaran angin monsun itu akan dimulai dari wilayah Nusa Tenggara pada Maret 2019. Lalu wilayah Bali dan Jawa akan mengalaminya pada April 2019.
Baru kemudian sebagian wilayah Kalimantan dan Sulawesi merasakan peralihan ini pada Mei 2019. Akhirnya, Monsun Australia sepenuhnya dominan di wilayah Indonesia pada bulan Juni hingga Agustus 2019.
Selain menyampaikan prakiraan awal musim kemarau, Herizal juga menyampaikan pantauan El-Nino di Samudra Pasifik Ekuator.
Untuk diketahui, El-Nino merupakan siklus alami Bumi yang berkaitan dengan kenaikan suhu permukaan laut melebihi nilai rata-rata Samudra Pasifik sekitar ekuator. Hal ini biasanya menyertai hawa panas yang kita rasakan. “El-Nino kategori Lemah, berlangsung di Samudera Pasifik Ekuator, Samudera Hindia dalam kondisi Netral,” ujar Herizal.
“El-Nino kategori lemah ini ditandai oleh kondisi lebih panasnya suhu muka laut di wilayah Pasifik ekuator bagian tengah berada pada kisaran 0.5 – 1 derajat Celcius di atas normalnya sejak Oktober 2018 diikuti oleh melemahnya Sirkulasi Walker (Angin Pasat Samudera Pasifik Tropis) dari kondisi normalnya. Kondisi El-Nino lemah diprediksi bertahan hingga Juni – Juli 2019 dan berpeluang melemah hanya 50 persen setelah pertengahan tahun,” tambahnya.
Herizal menambahkan, selain El-Nino, tidak terdapat indikasi kejadian anomali iklim Samudra Hindia atau IOD (Indian Ocean Dipole). IOD sendiri adalah fenomena alam serupa dengan El-Nino tapi berlokasi di Samudra Hindia.
Menurut presiksi BMKG, status IOD tetap netral hingga pertengahan tahun 2019.
Aktifnya El-Nino lemah ini diperkirakan tidak akan berdampak signifikan terhadap Sirkulasi Monsun.
“Kajian historis pengaruh El-Nino Lemah terhadap curah hujan menunjukkan dampak yang tidak nyata terhadap sebaran curah hujan di Indonesia,” tulis siaran pers BMKG.
Apalagi pada saat periode Maret-April-Mei, yang mana pada umumnya dampak El-Nino tidak seragam di Indonesia, sehingga dimungkinkan pula tidak memengaruhi peralihan musim hujan menuju musim kemarau.
“Mengingat El-Nino Lemah dan IOD tidak akan banyak memengaruhi peralihan musim kali ini, maka kondisi musim kemarau 2019 nanti diperkirakan akan lebih banyak dipengaruhi oleh kekuatan Monsun Australia dan gangguan cuaca berupa gelombang atmosfer tropis skala sub-musiman yaitu MJO (madden julian oscillation),” tulis siaran pers BMKG.
“Dari total 342 Zona Musim (ZOM) di Indonesia, sebanyak 79 ZOM (23.1 persen) diprediksi akan mengawali musim kemarau pada bulan April 2019 yaitu di sebagian wilayah Nusa Tenggara, Bali dan Jawa,” sambung mereka.
Selain itu, wilayah-wilayah yang memasuki musim kemarau pada bulan Mei sebanyak 99 ZOM (28.9 persen) meliputi sebagian Bali, Jawa, Sumatera dan sebagian Sulawesi.
Sementara itu 96 ZOM (28.1 persen) di Sumatera, Jawa, Sulawesi, Maluku dan Papua akan masuk awal musim kemaraunya di bulan Juni 2019.
“Jika dibandingkan terhadap rerata klimatologis Curah Hujan Musim Kemarau (periode 1981-2010), kondisi Musim Kemarau 2019 diperkirakan NORMAL atau SAMA dengan rerata klimatologisnya pada 214 ZOM (62.6 persen), 82 ZOM (24 persen) akan mengalami kondisi kemarau BAWAH NORMAL (curah hujan musim kemarau lebih rendah dari rerata klimatologis) dan 46 ZOM (13.4 persen) akan mengalami kondisi ATAS NORMAL (lebih tinggi dari curah hujan reratanya),” tulis siaran pers tersebut.
BMKG juga mengingatkan masyarakat bahwa perlu diwaspadai wilayah-wilayah yang akan mengalami musim kemarau lebih awal yaitu di sebagian wilayah NTT, NTB, Jawa Timur bagian Timur, Jawa Tengah, Jawa Barat bagian tengah dan Selatan, Sebagian Lampung, Bengkulu, Jambi, Sumatera Selatan dan Riau serta Kalimantan Timur dan Selatan.
Kewaspadaan dan antisipasi dini juga diperlukan untuk wilayah-wilayah yang diprediksi akan mengalami musim kemarau lebih kering dari normalnya yaitu di wilayah NTT, NTB, Bali, Jawa bagian Selatan dan Utara, Sebagian Sumatera, Kalimantan Selatan, Sulawesi Selatan, Sulawesi Tenggara dan Merauke.
“Secara umum Puncak Musim Kemarau 2019 diprediksi akan terjadi pada bulan Agustus – September 2019,” tulis siaran pers tersebut.
“Imbauan disampaikan kepada Institusi terkait, Pemerintah Daerah dan seluruh masyarakat untuk waspada dan bersiap terhadap kemungkinan dampak musim kemarau terutama wilayah yang rentan terhadap bencana kekeringan meteorologis, kebakaran hutan dan lahan, dan ketersediaan air bersih,” sambung mereka.
Sumber : kompas.com