CYBERSULUT.NET – Provinsi Sulawesi Utara (Sulut) pada bulan Desember 2019 mengalami deflasi sebesar -1,88% (mtm), lebih rendah dibandingkan pergerakan IHK Nasional yang tercatat inflasi sebesar 0,34% (mtm).
Deflasi di bulan Desember tersebut mengembalikan tingkat inflasi tahun kalender dan inflasi tahunan Sulut ke level 3,52% (ytd, yoy), di dalam rentang sasaran inflasi tahun 2019 (3,5+/- 1%).
Inflasi pada bulan Desember ini lebih rendah dibandingkan tingkat inflasi periode yang sama tahun sebelumnya (0,78% (mtm)), maupun rata-rata inflasi bulan Desember dalam 5 tahun terakhir (2014-2018) sebesar -0,08% (mtm).
“Tekanan inflasi Sulawesi Utara pada Desember 2019 juga menjadi yang terendah sepanjang tahun 2019,” ujar Kepala Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Sulut Arbonas Hutabarat, Sabtu (4/2/2020)
Menurunnya harga komoditas pada Kelompok Bahan Makanan sebesar -8,28% (mtm) menjadi faktor utama yang menyebabkan meredanya tekanan inflasi Sulawesi Utara di bulan Desember 2019. Kelompok bahan makanan memberikan kontribusi deflasi sebesar -2,23% (mtm) dari total inflasi Sulut sebesar -1,88% (mtm).
“Bila dilihat dari komoditas penyusunnya, maka tomat sayur menjadi komoditas yang memberikan andil deflasi terbesar pada bulan Desember 2019,” ujar Arbonas.
Harga Tomat sayur pada Desember 2019 mengalami penurunan sebesar -28,05% (mtm) dengan kontribusi pada deflasi bulanan sebesar -1,47% (mtm). Selain Tomat Sayur, komoditas Cabai Rawit juga mengalami deflasi dengan andil sebesar -0,48% sedangkan komoditas utama lainnya yaitu bawang merah tercatat inflasi dengan andil 0.11%.
Sepanjang tahun 2019, kelompok bahan makanan mencatatkan andil inflasi sebesar 1,11% (yoy) terhadap total inflasi Sulawesi Utara dengan komoditas penyumbang inflasi terbesar adalah Tomat Sayur (0,71%(yoy)), Pisang (0,32%(yoy)) dan Cabai Rawit (0,17%(yoy)).
Di sisi lain, komoditas Daun Bawang, Pepaya dan Cakalang Asap mencatatkan deflasi dengan andil masing-masing sebesar -0,25%, -0,18% dan – 0,08%.
Deflasi juga dialami oleh kelompok sandang dan kesehatan yang masing-masing mencatatkan andil deflasi bulanan sebesar -0,01% (mtm) dan -0,01% (mtm) pada Desember 2019, namun secara tahunan, kedua kelompok memiliki andil inflasi sebesar 0,44% (yoy) dan 0,26% (yoy).
Tingginya permintaan T-Shirt pada Hari Besar Keagamaan Nasional di Sulut yang dirayakan pada bulan Juli dan Desember menyebabkan komoditas t-shirt mengalami inflasi. Komoditas T-Shirt mencatatkan andil inflasi tahunan sebesar 0,15% dan emas perhiasan sebesar 0,06%.
“Meningkatnya harga emas dunia juga menjadi penyebab terjadinya inflasi pada komoditas emas di Sulawesi Utara pada tahun 2019,” tambah Arbonas
Dari kelompok kesehatan, komoditas pendorong inflasi tahunan utama adalah Shampoo dan Dokter umum yang masing-masing mencatatkan inflasi sebesar 0,11% (yoy) dan 0,04% (yoy).
Walaupun tidak tercatat pada inflasi bulanannya, kelompok bahan makanan merupakan kelompok dengan andil inflasi tahunan tertinggi pada tahun 2019 sebesar 1,12% (yoy).
Komoditas penyumbang inflasi utama pada kelompok ini adalah Nasi Dengan Lauk, Air Kemasan, Capcai dan Mie dengan andil inflasi tahunan masing-masing sebesar 0,22% (yoy), 0,12% (yoy), 0,12% (yoy) dan 0,10% (yoy).
Kelompok Transportasi, Komunikasi dan Jasa Keuangan mencatatkan andil inflasi bulanan sebesar 0,36% (mtm) dan secara tahunan sebesar 0,17% (yoy).
Sesuai siklusnya, tarif angkutan udara akan mengalami penyesuaian ketika peak season seperti adanya HBKN, secara mtm, hal tersebut terlihat dari andil inflasi komoditas angkutan udara yang mencapai 0,30% (mtm) pada Desember 2019.
Namun secara tahunan karena adanya penyesuaian batas atas tarif angkutan udara, komoditas Angkutan Udara memberikan andil deflasi sebesar -0,16% (yoy).
Komoditas pendorong inflasi lainnya pada kelompok ini adalah komoditas Kendaraan Carter/Rental yang memberikan andil inflasi secara bulanan dan tahunan masing-masing sebesar 0,05% (mtm) dan 0,19% (yoy).
Bank Indonesia memandang positif pencapaian inflasi Sulut pada tahun 2019 yang berada pada rentang sasaran inflasi 3,5±1% (yoy).
Lebih lanjut Arbonas menyampaikan bahwa hal ini tidak terlepas dari koordinasi yang baik antar lembaga dan instansi baik di tingkat provinsi Sulut dan Kabupaten Kota dibawahnya yang tergabung dalam wadah Tim Pengendali Inflasi Daerah (TPID).
“Terutama dalam pelaksanaan Operasi Pasar yang gencar dilaksanakan pada bulan Desember untuk mengantisipasi lonjakan harga tomat sebagai salah satu komoditas penyumbang inflasi utama di Sulut sehingga dapat menjadi kota dengan deflasi terdalam di Indonesia setelah pada bulan sebelumnya tercatat sebagai kota dengan inflasi Tertinggi,” jelas Arbonas
Namun menurut Arbonas, mengingat Operasi Pasar merupakan tindakan yang bersifat short term, Untuk menjaga inflasi Sulut di kemudian hari, dari sisi produksi, reformasi kelembagaan pertanian, pengaturan pola tanam serta kerjasama antar daerah akan terus digencarkan dari awal tahun.
“Dari sisi permintaan, efisiensi struktur harga dan pengelolaan ekspektasi masyarakat serta perbaikan pola distribusi juga akan menjadi perhatian kami di tahun 2020,” pungkas Arbonas