Leasing Tarik Paksa Kendaraan Bisa Diproses Hukum, Johan Imanuel : Ancaman Pidana 9 Tahun

Praktisi Hukum, Johan Imanuel (Istimewa)

CYBERSULUT.NET – Kasus penarikan atau perampasan kendaraan roda dua maupun empat oleh oknum pihak leasing secara paksa atau dengan berbagai modus yang marak terjadi belakangan ini, dinilai merupakan perbuatan melawan hukum.

Praktisi Hukum, Johan Imanuel SH mengatakan, pihak leasing sebaiknya tidak melakukan kesewenang-wenangan dalam hal debitur mengalami macet pembayaran. Apalagi dengan cara menarik atau merampas kendaraan debitur, dengan berbagai modus seperti panggilan untuk datang ke kantor leasing.

“Cara tersebut tidak dibenarkan oleh hukum, debitur memiliki hak secara hukum untuk melaporkan tindakan penarikan atau perampasan tersebut ke pihak kepolisian dengan dasar Pasal 368 KUHP, ancaman pidana maksimum 9 tahun,” tegas Johan Imanuel kepada CYBERSULUT, Senin (20/7/2020).

Untuk diketahui, Pasal 368 Ayat (1) KUHP berbunyi, “Barang siapa dengan maksud untuk menguntungkan diri sendiri atau orang lain secara melawan hukum, memaksa orang lain dengan kekerasan atau ancaman kekerasan, untuk memberikan sesuatu barang, yang seluruhnya atau sebagian adalah milik orang lain, atau supaya memberikan hutang maupun menghapus piutang, diancam dengan pidana penjara paling lama 9 tahun”

Dijelaskan jebolan Fakultas Hukum Unsrat ini, perkembangan hukum di Indonesia terkait leasing berdasarkan Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) Nomor 18/PUU-XVII/2019 tertanggal 6 Januari 2020, menyatakan pada intinya Penerima hak fidusia (kreditur) tidak boleh melakukan eksekusi sendiri, melainkan harus mengajukan permohonan pelaksanaan eksekusi kepada Pengadilan Negeri.

Perampasan Mobil, PT Maybank Finance Digugat Perdata di PN Manado

Namun demikian menurut Johan, pihak leasing dapat melakukan eksekusi sendiri (parate eksekusi), sepanjang debitur mengakui adanya wanprestasi (cidera janji).

“MK menyatakan, sepanjang pemberi hak fidusia (debitur) telah mengakui adanya “cidera janji” (wanprestasi) dan secara sukarela menyerahkan benda yang menjadi obyek dalam perjanjian fidusia, maka menjadi kewenangan sepenuhnya bagi penerima fidusia untuk dapat melakukan eksekusi sendiri,” tandas Johan yang tergabung dalam Tim Advokasi Peduli Hukum Indonesia ini.

 

Christy Lompoliuw

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *