Tak Kunjung Dapat Keadilan, Pelapor Kasus Tanah Gogagoman Muak Penanganan Oknum Penyidik Polda Sulut

Foto : Ilustrasi oknum penyidik Polda Sulut

CYBERSULUT.NET – Proses kasus tanah di Kelurahan Gogagoman, Kecamatan Kotamobagu Barat, RT 25, RW 7, Lingkungan IV, Kota Kotamobagu, Sulawesi Utara (Sulut), yang diproses Polda Sulut, yang sudah berganti 5 Kapolda tidak kunjung selesai.

Perwakilan Pelapor Ing Mokoginta sudah muak dengan sikap dari oknum-oknum yang ada di Polda Sulut. Dimana kasusnya diputar –putar tanpa ada kepastian hukum.

“Tanah itu milik SHM 98/ 1978 yang sah dan sudah diperkuat PTUN. Silahkan baca juga di SK Pembatalan SHM 2 Palsu,” ujar Prof Ing Mokoginta, Jumat (18/2/2022).

Menurut dia, kami menilai pengukuran tanah tidak relevan dengan gugatan kami, yakni, perampasan hak dan pemalsuan dokumen.

“Penyidik jangan terus membengkokkan perkara, jalan aja yang benar, sudah terang-terangan kok keberpihakan nya,” nilai dia.

Lanjut dia, ada keputusan PTUN, bahkan PN, walaupun masih tingkat pertama, tetapi sudah terbukti terlapor tidak dapat membuktikan tanah itu milik mereka.

“Dan bukan penyerobotan tanah Lp2 di SP3 kan tapi karena tidak somasi (penyerobotan) dan tidak dapat diangkat ke perampasan dan pemalsuan karena laporan kita tentang penyerobotan,” kata dia.

Dia menjelaskan, disuruh lapor baru dengan perampasan dan pemalsuan. Sudah kami lapor, sekarang balik ke penyerobotan (ft 167), padahal Lp2 di SP3 karena kami tolak ft 167.

“Direskrimum Polda Sulut tolong buat surat ke Kapolda yang isinya sama dengan penyidik,” ucap dia.

Dia kembali mengatakan, penyerobotan pada LP2 tidak relevan karena yang kami lapor pemegang 12 shm yang sudah dibatalkan, bukan pembeli tanah yang berdiam disitu.

“Saksi ahli pada gelar perkara di Lp2 menyatakan ft 167 tidak tepat dikenakan pada perkara ini. Gelar perkara diadakan untuk menjawab perintah Kapolda Irjen Pol Panca Putra Simanjuntak supata Lp2 dibuka kembali dan digabung dengan Lp3,” beber dia.

“Tetapi Irjen Pol Panca Putra dipindahkan sehingga Direskrimum Polda diduga mengabaikan perintah tersebut. Namun, ada yang terbaru dimana kami tunggu gelar perkara di Wasidik,” kata dia.

Sebelumnya, terkait kasus ini, Direskrimum Kombes Pol Gani Siahaan menegaskan kasus tersebut dalam proses.

Diketahui, bahwa perkara ini pada awalnya terkait dengan sebidang tanah yang terletak di Kelurahan Gogagoman, Kecamatan Kotamobagu Barat, Kota Kotamobagu.

Dimana tanah tersebut sudah ada SHM Nomor 89/Gogagoman tahun 1987 an. Hoa Mokoginta dan dialihkan kepada ahli warisnya yakni Sientje Mokoginta, Ing Mokoginta, Inneke S dan Ignatius BP sebagai pemilik.

Lalu kemudian pada tahun 2009 diatas tanah yang sama terbit SHM 2567/Gogagoman tahun 2009 an. Marthen M yang sudah dipecahkan sempurna.

Dan seluruh hasil pemecahan /produk SHM-SHM dari SHM Nomor: 2567/Gogagoman tahun 2009 an. Marthen M telah dibatalkan /dicabut oleh putusan PTUN dan SK pencabutan dari BPN. (Bukti-bukti sudah kami masukan ke penyidik)

Bahwa pada tahun 2017 dr Sientje Mokoginta membuat Laporan pertama di Polda Sulut sebagai laporan Polisi nomor : LP/684/IX/2017/Sulut/SPKT, tanggal 05 September 2017.

Dengan terlapor Maxi M dkk atas dugaan tindakan pidana penguasaan tanah tanpa hak atau penyerobotan sebagai dimaksud dalam pasal KUHP, namun laporan tersebut dihentikan (SP3).

Bahwa kemudian dr Sientje Mokoginta kembali melaporkan di Polda Sulut laporan Kedua terhadap Maxi M dkk dengan dugaan tindak pidana perampasan /penggelapan hak dan penyerobotan.

Sebagaimana Laporan Polisi Nomor: LP/78/II/2020/Sulut/SPKT akan tetapi laporan ini juga dihentikan sebagaimana SP2HP Nomor: B/473/XI/2020/Dit. Reskrimum tanggal 4 November 2020.

Dan untuk penyelidikan laporan pertama dan kedua sudah dilaksanakan sidang kode etik.

Bahwa selanjutnya klien kami ASA CB. Saudale (anak dari dr. Sientje Mokoginta ) melakukan Laporan Polisi yang ketiga di Polda Sulut.

Sebagaimana Laporan Polisi Nomor: LP/541/XII/2020/Sulut/SPKT tanggal 7 Desember 2020 terhadap Welly M dkk (saudara Maxi M) atas dugaan tindak pidana pemalsuan dokumen dan penggelapan hak atas tanah dan terkait laporan ini maka penyidik telah melakukan gelar perkara yang terakhir pada 22 Desember 2021.

Bahwa atas hasil gelar perkara pada Laporan Ketiga kami keberatan yakni SP2HP Nomor: B /495/XII/2021 /Dit. Reskrimum tanggal 30 Desember 2021 karena yang kami laporkan dalam laporan yang ketiga ini bukan pasal 167 atau penyerobotan.

Namun pasal 263 & 385 akan tetapi penyidik menerapkan pasal 167 padahal waktu laporan Kedua pernah dilakukan gelar perkara yang dihadiri juga oleh kami selaku kuasa hukum maupun oleh klien kami.

Dimana saat itu kami meminta untuk Laporan kedua penyidik dapat juga melakukan penyelidikan atas dugaan tindakan pidana pasal 263 atau pasal 385.

Akan tetapi kalau tidak salah dalam gelar perkara tersebut ada pendapat dari penyidik dan peserta gelar yang menyatakan bahwa tidak bisa diterapkan ke pasal 263 atau pasal 385 karena mengacu ke laporan awal/dasar laporannya adalah penyerobotan bukan pemalsuan atau penggelapan hak.

Sehingga untuk dilakukan penyelidikan atas dugaan pasal 263 atau pasal 385 KUHP tidak bisa.

Bahkan dalam gelar perkara tersebut dihadiri oleh ahli pidana dari Unsrat yakni DR. Johny Lembong yang mengatakan bahwa persoalan ini tidak bisa diterapkan ke pasal 167.

Sehingga yang menjadi pertanyaan kami mengapa laporan ketiga ini diterapkan pasal 167?

Dimana saat itu kami meminta untuk Laporan kedua penyidik dapat juga melakukan penyelidikan atas dugaan tindakan pidana pasal 263 atau pasal 385.

Akan tetapi kalau tidak salah dalam gelar perkara tersebut ada pendapat dari penyidik dan peserta gelar yang menyatakan bahwa tidak bisa diterapkan ke pasal 263 atau pasal 385 karena mengacu ke laporan awal/dasar laporannya adalah penyerobotan bukan pemalsuan atau penggelapan hak.

Sehingga untuk dilakukan penyelidikan atas dugaan pasal 263 atau pasal 385 KUHP tidak bisa.

Bahkan dalam gelar perkara tersebut dihadiri oleh ahli pidana dari Unsrat yakni DR. Johny Lembong yang mengatakan bahwa persoalan ini tidak bisa diterapkan ke pasal 167.

Sehingga yang menjadi pertanyaan kami mengapa laporan ketiga ini diterapkan pasal 167?

Sedangkan tanah yang menjadi objek sengketa saat ini hanya memiliki SHM Nomor: 98/Gogagoman tahun 1978 sedangkan seluruh SHM-SHM yang diterbitkan atau pemecahannya dari SHM Nomor : 2567/Gogagoman tahun 2009 sudah dibatalkan oleh putusan PTUN.

Dimana dalam putusan sudah sangat jelas terkait dengan batas-batas tanahnya sehingga apa relevansinya perkara ini dengan upaya pengembalian batas?

Bahwa terhadap laporan ketiga ini maka penyidik telah memberikan SPDP tertanggal 27 April 2021 dengan surat nomor : B/37/IV/2021/Dit. Reskrimum

Namun sesuai informasi yang kami dapatkan, jaksa telah mengembalikan SPDP tersebut karena belum dilengkapi berkas-berkas pendukung.

Dan juga dalam SPDP tersebut diberikan tembusan kepada tersangka akan tetapi sampai saat ini belum diketahui siapa tersangkanya.

Bahwa saat ini kami juga sudah membuat laporan yang keempat, sebagaimana Laporan Polisi Nomor : STTLP/B/460/IX/2021/SPKT/Polda Sulut tanggal 28 September 2021 terhadap terlapor Corry M dkk (Saudara Kandung Maxi M), dengan dugaan tindak pidana menggunakan surat palsu dan saat ini terlapor belum dilakukan pemeriksaan.

Bahwa berdasarkan uraian kami diatas maka kami memohon kepada Kapolda Sulut agar dapat memantau perkara kami.

Dan jika dalam pelaksanaan penyelidikan /penyidikan ada hal-hal yang tidak sesuai dengan ketentuan hukum, kiranya dapat diambil tindakan untuk tetap menjaga profesionalisme dan integritas Polri khususnya Polda Sulut.

Sebab klien kami yakni, Asa CB Saudale dkk sangat yakin dengan kualitas serta dedikasi bahkan profesionalitas dari penyidik sehingga kami menaruh harapan yang sangat besar kepada penyidik untuk menangani perkara ini sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

 

 

REDAKSI

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *