CYBERSULUT.NET – Proses kasus tanah di Kelurahan Gogagoman, Kecamatan Kotamobagu Barat, RT 25, RW 7, Lingkungan IV, Kota Kotamobagu, Sulawesi Utara (Sulut), yang masih berproses di Polda Sulut hingga berganti 5 Kapolda tidak kunjung selesai.
Mewakili Pelapor, Prof Ing Mokoginta mengatakan, berbagai upaya sudah dilakukan termasuk menyurat langsung ke Kapolda Sulut, Irjen Pol Mulyatno.
“Hasil surat tersebut, dimana Pak Kapolda Sulut meresponnya dengan memerintahkan untuk dilakukan gelar perkara di Wasidik,” ujar Prof Ing.
Lanjut dia, karena adanya respon Kapolda Sulut kami setia menunggu panggilan.
“Tapi sudah kurang lebih 3 Minggu kami belum menerima surat pemanggilan untuk gelar perkara,” beber dia.
Dia menjelaskan, paling aneh dimana kami diminta untuk melakukan pengembalian batas tanah oleh penyidik Polda Sulut.
“Kami sudah adukan juga hal ini ke Kapolda Sulut. Kami pastinya menolak melakukan hal tersebut,” tegas dia.
Menurut dia, kami menolak alasannya karena apa hubungannya dengan laporan kami pidana penggelapan dan pemalsuan dokumen, ada Keputusan PTUN yang sudah sampai PK (inkrah).
“Pada PTUN ada sidang lokasi dan itu sudah merupakan bukti kuat, penyidik tidak dapat memutar balikkan lagi perkara ini,” kata dia.
Lanjut dia, selain itu laporan kami sudah naik ke tahap sidik, tentu dengan minimun dua alat bukti, SHM terlapor sudah dibatalkan dan dicabut berdasarkan keputusan PTUN, ini menjadi kekuatan pembuktian sempurna untuk memperkuat laporan kami.
“Polda Sulut tidak dapat menganulir keputusan PTUN, tetapi harus tunduk pada keputusan tersebut karena keputusan PTUN bersifat mengikat (erga omnes),” jelas Prof Ing Mokoginta.
Dia menjelaskan, jadi permintaan pengembalian batas tanah sudah tidak relevan dengan perkara ini lagi, perkara sudah naik tahap sidik dan kami dengan tegas menolak untuk melaksanakan hal tersebut.
“Menjadi pertanyaan, apakah sudah ada petunjuk Jaksa di kasus kami ? karena sudah sejak Mei 2021 SPDP kami dikirim tiga,” ucap dia.
Lanjut dia, laporan kami yang ke empat sampai saat ini tidak ada kemajuan berarti, terkesan sengaja diperlambat penyidik dalam penyelesaian perkara ini.
“Kami adalah korban, tanah kami dirampas, hak kepemilikkan kami dialihkan tanpa sepengetahuan kami, dibuat atau diterbitkan SHM palsu diatas tanah kami, tanah kami dijual, dimana keadilan di negara ini? Kami yakin Tuhan Yesus pasti buka jalan untuk kami mendapatkan keadilan,” kata dia.
Direskrimum Polda Sulut Kombes Pol Gani Siahaan, ketika dikonfirmasi terkait belum diterimanya pelapor pemanggilan gelar perkara yang menjadi respon kapolda Sulut terhadap surat dari pelapor ke Kapolda, hanya menjawab singkat.
“Tanyakan ke Kabid Humas,” singkat Siahaan.
KRONOLOGI PERKARA
Perkara ini pada awalnya terkait dengan sebidang tanah yang terletak di Kelurahan Gogagoman, Kecamatan Kotamobagu Barat, Kota Kotamobagu.
Dimana tanah tersebut sudah ada SHM Nomor 89/Gogagoman tahun 1987 an. Hoa Mokoginta dan dialihkan kepada ahli warisnya yakni Sientje Mokoginta, Ing Mokoginta, Inneke S dan Ignatius BP sebagai pemilik.
Lalu kemudian pada tahun 2009 diatas tanah yang sama terbit SHM 2567/Gogagoman tahun 2009 an. Marthen M yang sudah dipecahkan sempurna.
Dan seluruh hasil pemecahan /produk SHM-SHM dari SHM Nomor: 2567/Gogagoman tahun 2009 an. Marthen M telah dibatalkan /dicabut oleh putusan PTUN dan SK pencabutan dari BPN. (Bukti-bukti sudah kami masukan ke penyidik)
Bahwa pada tahun 2017 dr Sientje Mokoginta membuat Laporan pertama di Polda Sulut sebagai laporan Polisi nomor : LP/684/IX/2017/Sulut/SPKT, tanggal 05 September 2017.
Dengan terlapor Maxi M dkk atas dugaan tindakan pidana penguasaan tanah tanpa hak atau penyerobotan sebagai dimaksud dalam pasal KUHP, namun laporan tersebut dihentikan (SP3).
Bahwa kemudian dr Sientje Mokoginta kembali melaporkan di Polda Sulut laporan Kedua terhadap Maxi M dkk dengan dugaan tindak pidana perampasan /penggelapan hak dan penyerobotan.
Sebagaimana Laporan Polisi Nomor: LP/78/II/2020/Sulut/SPKT akan tetapi laporan ini juga dihentikan sebagaimana SP2HP Nomor: B/473/XI/2020/Dit. Reskrimum tanggal 4 November 2020.
Dan untuk penyelidikan laporan pertama dan kedua sudah dilaksanakan sidang kode etik.
Bahwa selanjutnya klien kami ASA CB. Saudale (anak dari dr. Sientje Mokoginta ) melakukan Laporan Polisi yang ketiga di Polda Sulut.
Sebagaimana Laporan Polisi Nomor: LP/541/XII/2020/Sulut/SPKT tanggal 7 Desember 2020 terhadap Welly M dkk (saudara Maxi M) atas dugaan tindak pidana pemalsuan dokumen dan penggelapan hak atas tanah dan terkait laporan ini maka penyidik telah melakukan gelar perkara yang terakhir pada 22 Desember 2021.
Bahwa atas hasil gelar perkara pada Laporan Ketiga kami keberatan yakni SP2HP Nomor: B /495/XII/2021 /Dit. Reskrimum tanggal 30 Desember 2021 karena yang kami laporkan dalam laporan yang ketiga ini bukan pasal 167 atau penyerobotan.
Namun pasal 263 & 385 akan tetapi penyidik menerapkan pasal 167 padahal waktu laporan Kedua pernah dilakukan gelar perkara yang dihadiri juga oleh kami selaku kuasa hukum maupun oleh klien kami.
Dimana saat itu kami meminta untuk Laporan kedua penyidik dapat juga melakukan penyelidikan atas dugaan tindakan pidana pasal 263 atau pasal 385.
Akan tetapi kalau tidak salah dalam gelar perkara tersebut ada pendapat dari penyidik dan peserta gelar yang menyatakan bahwa tidak bisa diterapkan ke pasal 263 atau pasal 385 karena mengacu ke laporan awal/dasar laporannya adalah penyerobotan bukan pemalsuan atau penggelapan hak.
Sehingga untuk dilakukan penyelidikan atas dugaan pasal 263 atau pasal 385 KUHP tidak bisa.
Bahkan dalam gelar perkara tersebut dihadiri oleh ahli pidana dari Unsrat yakni DR. Johny Lembong yang mengatakan bahwa persoalan ini tidak bisa diterapkan ke pasal 167.
Sehingga yang menjadi pertanyaan kami mengapa laporan ketiga ini diterapkan pasal 167?
Dimana saat itu kami meminta untuk Laporan kedua penyidik dapat juga melakukan penyelidikan atas dugaan tindakan pidana pasal 263 atau pasal 385.
Akan tetapi kalau tidak salah dalam gelar perkara tersebut ada pendapat dari penyidik dan peserta gelar yang menyatakan bahwa tidak bisa diterapkan ke pasal 263 atau pasal 385 karena mengacu ke laporan awal/dasar laporannya adalah penyerobotan bukan pemalsuan atau penggelapan hak.
Sehingga untuk dilakukan penyelidikan atas dugaan pasal 263 atau pasal 385 KUHP tidak bisa.
Bahkan dalam gelar perkara tersebut dihadiri oleh ahli pidana dari Unsrat yakni DR. Johny Lembong yang mengatakan bahwa persoalan ini tidak bisa diterapkan ke pasal 167.
Sehingga yang menjadi pertanyaan kami mengapa laporan ketiga ini diterapkan pasal 167?
Sedangkan tanah yang menjadi objek sengketa saat ini hanya memiliki SHM Nomor: 98/Gogagoman tahun 1978 sedangkan seluruh SHM-SHM yang diterbitkan atau pemecahannya dari SHM Nomor : 2567/Gogagoman tahun 2009 sudah dibatalkan oleh putusan PTUN.
Dan tanah tersebut telah beberapa kali dilakukan sidang lokasi dengan batas-batas sebagaimana tertera dalam putusan PTUN dan perdata.
Dimana dalam putusan sudah sangat jelas terkait dengan batas-batas tanahnya sehingga apa relevansinya perkara ini dengan upaya pengembalian batas?
Bahwa terhadap laporan ketiga ini maka penyidik telah memberikan SPDP tertanggal 27 April 2021 dengan surat nomor : B/37/IV/2021/Dit. Reskrimum
Namun sesuai informasi yang kami dapatkan, jaksa telah mengembalikan SPDP tersebut karena belum dilengkapi berkas-berkas pendukung.
Dan juga dalam SPDP tersebut diberikan tembusan kepada tersangka akan tetapi sampai saat ini belum diketahui siapa tersangkanya.
Bahwa saat ini kami juga sudah membuat laporan yang keempat, sebagaimana Laporan Polisi Nomor : STTLP/B/460/IX/2021/SPKT/Polda Sulut tanggal 28 September 2021 terhadap terlapor Corry M dkk (Saudara Kandung Maxi M)
Dengan dugaan tindak pidana menggunakan surat palsu dan saat ini terlapor belum dilakukan pemeriksaan.
Bahwa berdasarkan uraian kami diatas maka kami memohon kepada Kapolda Sulut agar dapat memantau perkara kami.
Dan jika dalam pelaksanaan penyelidikan /penyidikan ada hal-hal yang tidak sesuai dengan ketentuan hukum, kiranya dapat diambil tindakan untuk tetap menjaga profesionalisme dan integritas Polri khususnya Polda Sulut.
Sebab klien kami yakni, Asa CB Saudale dkk sangat yakin dengan kualitas serta dedikasi bahkan profesionalitas dari penyidik sehingga kami menaruh harapan yang sangat besar kepada penyidik untuk menangani perkara ini sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
REDAKSI