Andrei Angouw – Felly Runtuwene Adu Argumen Soal Sistem DPRD Sulut

Andrei Angouw - Felly Runtuwene

CYBERSULUT.NET – Perdebatan alot dan panas tersaji dalam rapat paripurna DPRD Sulut, Jumat (14/09/2018) hari ini.

Dua politisi gedung cengkeh yakni Ketua Fraksi Restorasi untuk Keadilan (RNK) Felly Esterlita Runtuwene beradu argumen keras dengan Ketua DPRD Sulut Andrei Angouw. Bahkan, kedunya meski dalam kesempatan berbeda saling melempar singgungan soal kehadiran masing-masing.

Perdebatan bermula ketika Angouw yang memimpin sidang paripurna, melanjutkan agenda sidang terkait tanggapan fraksi-fraksi terhadap Ranperda APBD-P Sulut tahun 2018.
Felly yang merupakan Ketua Fraksi RNK menginterupsi dengan mempertanyakan sistem yang digunakan dalam agenda paripurna tersebut.

“Adalah sesuatu yang janggal ketika Gubernur baru saja membacakan materi Ranperda APBD-P beberapa menit yang lalu, kemudian fraksi-fraksi sudah harus menanggapinya tanpa melalui proses rapat. Sedangkan saya sudah disodorkan pemandangan umum fraksi yang notabene tidak saya ketahui materinya,” tegas Runtuwene.

Dengan begitu, Runtuwene mempertanyakan dasar sistem yang dijalankan DPRD Sulut dalam melakukan agenda.

“Dasarnya dimana, harus ada penjelasan diayat yang bapak sampaikan tadi kan itu secara umum. Yang saya minta dasar apa baru disampaikan oleh bapak gubernur kemudian kami harus langsung menanggapi melalui pandangan fraksi,” tanya politisi NasDem ini.

Spontan, Angouw mengatakan, agenda yang dijalankan DPRD Sulut dalam rapat paripurna tersebut telah mengacu pada PP 12 tahun 2018.

“Jadi pertama-tama PP 12 tahun 2018, pembicaraan tingkat I, pertama adalah penyampaian dari gubernur, kedua pemandangan umum fraksi-fraksi, ketiga tanggapan gubernur dari pemandangan umum fraksi-fraksi. Nah, penyampaian dari pemerintah provinsi ini sudah masuk dari beberapa hari lalu dan sudah disampaikan kepada fraksi-fraksi dan fraksi lain juga sudah menerimanya dan minta fraksi-fraksi menyiapkan pemandangan umum masing-masing fraksi,” jelas Angouw.

Dirinya melanjutkan, jikalau Runtuwene berpatokan pada belum selesainya dibahas Tatib DPRD Sulut yang menyangkut agenda, seharusnya PP 12 tahun 2018 dijadikan patokan.
PP atau Peraturan Pemerintah lebih tinggi dari tatib. Jadi kita simpel saja, ambil aturan sesuai PP yang sudah berlaku.

“Sesuai hirarki hukum PP 12 lebih tinggi. Makanya kita ambil patokan dari situ,” tuturnya.

Menanggapi perdebatan alot tersebut, Pengamat Politik dan Pemerintahan Sulut Taufik Tumbelaka yang turut hadir dalam kesempatan tersebut kepada wartawan mengatakan, apa yang disaksikan para tamu paripurna adalah mencerminkan parlemen yang semestinya.

“Kalau melihat arti yang sesungguhnya, dari Bahasa Prancis Parlemen asal katanya Parlel yang artinya berbicara. Kenyataan yang ada saat ini, setiap paripurna jarang terjadi perdebatan yang artinya hanya mengalir saja. Jadi fungsi parlemen yang sejatinya telah hilang. Baru sekarang terjadi dan itu sangat baik. Terlepas dari siapa yang benar dan salah itu urusan hukum,” ungkap Tumbelaka.

 

 

Penulis: M Anggawirya

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

error: Continue copy, click home