Tolak Revisi UU MD3, PC PMII Metro Manado ‘Goyang’ Deprov Sulut

CYBERSULUT.NET-Disahkannya Revisi UU MD3 yang didalamnya termuat beberapa pasal yang mengandung kerancuan dan ditengarai melukai asas demokrasi, terus mendapat penolakan dari sejumlah pihak.

Salah satunya, Pengurus Cabang (PC) Pergerakan Mahasisiwa Islam Indonesia (PMII) Metro Manado menyambangi Gedung Cengkeh DPRD Sulut guna menggelar aksi, Selasa (27/02/2018) siang tadi. Sebagaimana aksi yang mengatasnamakan Rakyat Indonesia, PC PMII Metro Manado menolak keras Revisi UUD MD3.

“Dan medesak Presiden Joko Widodo mempercepat pembuatan Perpu Penolakan UU MD3,” jelas Zainudin Pai selaku orator dan juga Ketua PC PMII Metro Manado.

Diapun menambahkan, dengan direvisinya UU MD3 seakan memperkuat posisi lembaga legislatif.

“Tapi di sisi yang lain, membuat lembaga terhormat ini (legislatif,red) anti kritik. Padahal kritik merupakan bagian dari cara rakyat Indonesia menyampaikan aspirasi yang dilindungi. Jelas UU MD3 bertentangan dengan sistem demokrasi negara. Lewat demokrasi rakyat beri suara wakilnya di DPR, atas nama demokrasi juga rakyat dibungkam,” tegasnya.

Adapun beberapa poin penting yang tertera dalam aksi penolakan sebagai berikut:
1. UU MD3 membunuh demokrasi
2. UU MD3 memperlemah kedaulatan rakyat dan mempertahankan kekuasaan DPR
3. UU MD3 memperlemah pemberantasan korupsi di Indonesia
4. UU MD3 merupakan inkonstitusional.

Sementara itu, legislator DPRD Sulut, Dicky Marvel Makagansa yang menerima langsung aksi menanggapi keinginan mahasiswa dengan mengatakan UU MD3 adalah sepenuhnya domain DPR RI tetapi sudah menjadi kewajiban kita DPRD Sulut menerima aspirasi.

“Kita sama-sama berbeda pendapat. Saya bukan mengatasnamakan institusi atau parlemen tetapi dalam menyikapi UU MD3 kita sudah terlalu superior padahal kami wakil rakyat. Namun semua iti ada kurang dan lebihnya,” ujar Makagansa.

Sebab, lanjut legislator PDIP ini menambahkan, aturan yang berlaku dikembalikan kepada pribadi anggota DPR itu sendiri.

“Menurut saya UU MD3 tergantung masing-masing personal anggota. Jika sudah diterapkan yang perlu dinilai bukan aturannya tetapi personal kepada anggot. Misalnya teman-teman mengkritik saya secara frontal, namun ketika saya menganggap itu sebagai saran maka hal wajar, tetapi ketika saya menolak saya bisa melaporkan itu. Jadi semua dikembalikan kembali kepada anggota itu masing-masing,” ungkapnya.

Senada, Rita Lamusu, dalam kesempatan yang sama mengapresiasi aksi sebagai sebuah kegelisahan dari masyarakat.

“Saya menyuport apa yang dilakukan teman-teman, tetapi disisi lain saya merupakan anggota BK DPRD Sulut. Apa yang menjadi aspirasi teman-teman akan kita bawa di masing-masing garis partai politik. Rasanya tidak lengkap aspirasi tidak kita terima. Itinya DPRD di kabupaten/provinsi tidak ada anti kritik, karena mekanisme proses berjalan sebagaimana mestinya,” tutur Lamusu.

Adapun di akhir aksi, PC PMII Metro Manado secara simbolis menyerahkan keranda sebagai simbol matinya demokrasi dan diterima langsung anggota DPRD Sulut Rita Lamusu.

Penulis: Anggawirya Mega

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

error: Continue copy, click home