Unjuk Rasa Anti Pemerintah di Prancis Rusuh, Toko & Mobil Dirusak Demonstran

CYBERSULUT.NET – Pekan keempat unjuk rasa anti-pemerintah di seluruh Prancis berujung kekerasan.

Otoritas rumah sakit di Paris menyebut 126 orang terluka di kota itu, tetapi tidak ada yang serius. Setidaknya tiga orang petugas polisi juga terluka.

Diperkirakan 125.000 demonstran turun ke jalanan di seluruh negeri pada Sabtu siang, dan 10.000 di antaranya di Paris, yang ditandai dengan kerusakan paling parah.

Di ibukota Prancis itu para penjarah menghancurkan etalase-etalase toko, dan membakar sejumlah mobil.

Hampir 90.000 petugas dikerahkan di berbagai kota di Prancis untuk mengantisipasi bentrokan, dan 8.000 di antaranya dikerahkan di Paris, lengkap dengan 12 kendaraan lapis baja.

FOTO : AFP

Gerakan ‘rompi kuning’ itu awalnya menentang kenaikan pajak bahan bakar tetapi sejumlah menteri mengatakan gerakan itu telah dibajak oleh para pengunjuk rasa dengan ideologi kekerasan.

Dalam sebuah pidato televisi Sabtu malam, Perdana Menteri Edouard Philippe mengatakan para ‘casseurs’ (pembuat onar) masih merajalela.

Dia menyerukan dilanjutkannya dialog antara pemerintah dan demonstran untuk menyelesaikan konflik. “Dialog telah dimulai,” katanya. “Sekarang kita perlu membangun kembali persatuan nasional.”

Pekan lalu, ratusan orang ditangkap dan puluhan terluka dalam bentrokan di Paris – yang beberapa di antaranya merupakan bentrokan jalanan terburuk di ibukota Prancis selama beberapa dekade.

Selain Paris, demonstrasi juga berlangsung di berbagai kota lain seperti Lyon, Bordeaux, Toulouse, Marseille, dan Grenoble.

Di beberapa kota lain, berlangsung demonstrasi lain, terkait isu perubahan iklim.

Di Paris, terjadi sejumlah bentrokan. Meriam air, gas air mata dan peluru karet digunakan petugas untuk menangani pengunjuk rasa.

Rekaman video menunjukkan seorang demonstran terkena peluru karet di badannya saat berdiri di hadapan sejumlah polisi dengan tangan mengacung terkepal. Setidaknya tiga wartawan juga terkena peluru karet.

Saat malam tiba, para pengunjuk rasa berkumpul di Place de la Republique, sementara polisi dengan perlengkapan lengkap berjaga dalam jumlah besar di Champs-Elysees.

Enam pertandingan sepak bola Ligue 1 Prancis ditunda. Menara Eiffel, Museum Louvre, Musee d’Orsay, dan tujuan wisata lainnya ditutup.

Walikota Anne Hidalgo menerbitkan seruan: “Jagalah Paris pada hari Sabtu ini karena Paris adalah milik semua orang Prancis.”

Sentimen anti-pemerintah di Prancis mengilhami unjuk rasa sejenis di negara-negara tetangga. Sekitar 100 orang ditangkap di Brussels. Di ibukota Belgia itu sejumlah demonstan melempari polisi dengan batu pengeras jalan, kembang api, petasan dan berbagai benda lain, lapor kantor berita AP.

Di Belanda, protes berlangsung di luar gedung parlemen di Den Haag, diikuti sekitar 100 peserta.

Jurnalis Le Monde, Aline Leclerc, mencuit (dalam bahasa Prancis) bahwa jumlah pengunjuk rasa lebih sedikit dibanding sebelumnya, dan bahwa polisi menggeledah tas mereka dan menyita barang-barang seperti helm dan kacamata pelindung.

Dia mengatakan para demonstran kebanyakan laki-laki berusia antara 20 dan 40 tahun, sementara perempuan dan pria yang lebih tua tampaknya menahan diri untuk tidak terlibat dalam kemungkinan bentrokan kekerasan.

Wartawan BBC Hugh Schofield, di Champs-Elysees, mengatakan pengunjuk rasa mengaku masker mereka, yang digunakan sebagai pelindung terhadap gas air mata, juga disita oleh polisi.

Polisi mengatakan setidaknya lebih dari 200 orang telah ditahan di stasiun kereta api dan di jalan-jalan, dengan lebih dari 350 orang dicegat untuk diperiksa identitas.

Sekitar 65.000 petugas keamanan dikerahkan di seluruh negeri akhir pekan lalu, tetapi kini ditingkatkan menjadi 89.000, meskipun Menteri Dalam Negeri Christophe Castaner mengatakan jumlah yang ditahan sejauh ini lebih dari peristiwa sebelumnya.

“Kami akan mengupayakan bahwa Sabtu ini akan berlangsung dalam kondisi sebaik mungkin,” katanya.

Pasukan keamanan ingin mencegah terulangnya peristiwa akhir pekan, ketika Arc de Triomphe yang monumental di Paris dirusak, polisi diserang dan mobil dijungkir-balikan dan dibakar.

Castaner menegaskan bahwa mereka menerapkan ‘toleransi nol’ terhadap kekerasan.

Dia mengatakan: “Menurut informasi yang kami miliki, sejumlah orang radikal dan pemberang akan mencoba menggalang diri. Sejumlah orang ultra-kekerasan ingin ambil bagian.”

Castaner menambahkan: “Tiga minggu terakhir ini telah lahir suatu monster yang telah meloloskan diri dari penciptanya.”

Muncul seruan di media sosial untuk menyerang polisi dan istana lysee dalam apa yang mereka sebut drama “Babak IV” yang tampak mengerikan.

Seorang anggota parlemen, Benot Potterie, dikirimi sebutir peluru melalui pos, disertai kata-kata: “Lain kali (peluru ini) akan berada di antara matamu.”

Di beberapa sudut di Paris, situasinya seakan persiapan menghadapi badai topan.

Para pengunjuk rasa ‘gilets jaunes ‘-disebut demikian karena mereka beraksi dengan mengenakan rompi kuning dengan visibilitas tinggi yang wajib ada di setiap kendaraan di Perancis.

FOTO : AFP

Wartawan BBC Lucy Williamson di Paris mengatakan bahwa selama beberapa minggu terakhir, gerakan media sosial itu telah bermetamorfosis dari protes atas harga bahan bakar diesel ke berbagai kepentingan dan tuntutan dengan spektrum luas -tanpa kepemimpinan.

Tujuan utamanya, menyoroti frustrasi atas ekonomi dan ketidakpercayaan politik dari keluarga-keluarga pekerja miskin. Dan isu ini masih memiliki dukungan luas, kata wartawan BBC.

Sebuah jajak pendapat Jumat kemarin menunjukkan penurunan dukungan pada gerakan itu, tetapi masih pada angka 66%.

Pada pada hari Jumat itu juga, Perdana Menteri douard Philippe bertemu dengan perwakilan gerakan itu untuk mencoba memulai dialog.

Tujuh pengunjuk rasa yang hadir menyambutnya. Mereka adalah orang-orang moderat yang mendesak para pengunjuk rasa agar tidak turun ke ibukota.

Salah satunya, Christophe Chalenon, mengatakan dia berharap Presiden Emmanuel Macron akan “berbicara kepada rakyat Perancis sebagai seorang ayah, dengan cinta dan rasa hormat dan bahwa dia akan mengambil keputusan yang berani”.

Peringkat kepercayaan terhadap Presiden Macron telah jatuh di tengah krisis. Beberapa kalangan mengkritiknya karena kurang menunjukkan sikap kuat.

Pada hari Jumat, ia mengunjungi barak polisi di pinggiran Paris untuk menunjukkan dukungannya.

Pemerintah mengatakan akan membatalkan kenaikan pajak bahan bakar dan tidak akan menaikkan harga listrik dan harga untuk 2019.

Masalahnya adalah bahwa unjuk rasa ini telah merembet ke berbagai masalah lain.

Memenuhi salah satu tuntutan bisa jadi tidak cukup, karena pengunjuk rasa yang lain memiliki kepentingan lain dan tuntutan lain. Sebagian menuntut kenaikan upah, penurunan pajak, pensiun yang lebih baik, persyaratan lebih mudah untuk masuk universitas, dan bahkan pengunduran diri presiden.

Kini bahkan ada yang menyebut Macron sebagai ‘presiden bagi orang-orang kaya saja.

Sumber : detik.com

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *