CYBERSULUT.NET – Forum Korban Mafia Tanah Indonesia (FKMTI) bersama Guru Besar IPB dan para korban mafia tanah menyambangi Bareskrim Mabes Polri. Mereka menyampaikan surat terbuka dan melaporkan kasus dugaan mafia tanah.
“Kami datang ke sini untuk memasukkan secara resmi surat terbuka kami yang telah dibacakan di kantor FKMTI. Surat ini untuk Kapolri,” kata Guru Besar IPB, Prof Ing Mokoginta di gedung Bareskrim Mabes Polri, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan, Jumat (29/5/2021).
Dengan menunjukan bukti tanda terima, Mokoginta dan para korban mafia tanah lain menegaskan telah membuat laporan ke Direktorat Tindak Pidana Umum.
Diungkapkan Mokoginta, dirinya melaporkan kasus sengketa tanah miliknya di Manado, Sulawesi Utara (Sulut) yang tak kunjung tuntas meski dirinya memegang sertifikat asli.
“Kami juga memasukkan surat ke Dirtipidum, karena perkara sengketa tanah kami di Polda Sulut sudah berlangsung 4 tahun. 2017 kami lapokan, sudah 3 kali kami laporkan dengan kasus yang sama dan sudah ada beberapa kali pergantian Kapolda, tapi perkara kami belum selesai juga. Pada laporan kami yang ketiga sudah terbit SPDP, tapi SPDP yang diberikan ke kami tidak disertai penetapan tersangka,” ungkap Mokoginta.
Meskipun memegang dan mengklaim memiliki sertifat asli. Namun, Mokoginta mengatakan ada pihak yang merebut tanahnya dengan memegang sertifikat asli juga.
“Sertifikat kami asli tahun 1978 asal tanahnya tanah adat tapi yang ngerampas tanah kami sertifikatnya diterbitkan 2019 asal tanahnya tanah negara padahal di tempat kami tidak ada tanah negara,” ungkapnya.
Sementara itu, Sekjen FKMTI Agus Muldya Natakusumah menyampaikan ada beberapa korban mafia tanah yang melapor ke Bareskrim hari ini. Agus menjelaskan mayoritas mereka mengalami perampasan tanah.
“Ini ada beberapa, Ibu Prof Mokoginta, ada profesor dari IPB, ada ahli bedah dari Kupang, Pak Robert beli dari kantor lelang negara sertifikat hak milik, ini pak Patrick dan Pak Agus sertifikat hak milik juga dirampas. Kenapa kami tunjukkan hari ini sertifikat hak milik karena sampai hari ini yang selalu dikatakan mafia tanah dan yang dirampas itu adalah terkesan sertifikatnya bukan hak milik ya. Ini jelas-jelas sertifikat hak milik ketika jelas-jelas diteliti, yang ngambilnya juga sertifikat hak milik dan asli,” ungkap Agus.
“Mengenai luas tanah itu berbeda-beda, di Kalimantan per kavling 500 meter persegi, dikalikan 120 yang melaporkan tadi. Ibu Prof Mokoginta 1,7 hektare di Manado, ada 2.000 meter di Taman Mini, 1.800 meter di Tangerang, 1 hektare di Kelapa Gading,” sambung Agus.
Agus menyampaikan pihaknya telah membawa data-data yang dapat membuktikan kepemilikan tanah mereka. Ia menyebut hanya dengan adu data seperti itulah mereka dapat membuktikan adanya mafia tanah.
“Kenapa FKMTI menyampaikan adu data karena kita asli semua dan sertifikat yang ditunjukkan benar. Dengan adu data itu dan melibatkan korban Insyaallah perampasan tanah yang diindikasikan dilakukan mafia tanah akan terbukti,” tukas Agus.
REDAKSI