CYBERSULUT.NET – Pemerintah baru saja menerbitkan peraturan baru terkait praktik social commerce seperti TikTok Shop yang harus dipisahkan sesuai jenisnya.
Menanggapi hal tersebut, Ketua Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) Puan Maharani mengharapkan dengan aturan ini bisa menciptakan keseimbangan antara pasar digital dan pasar konvensional.
“DPR berharap aturan baru yang dikeluarkan terkait usaha di media sosial dapat menciptakan keseimbangan antara pasar digital dan konvensional. Dengan regulasi yang cermat dan tepat, pemerintah harus memastikan perkembangan ekonomi di Indonesia tetap adil dan berkelanjutan,” kata Puan dalam keterangan tertulis, Kamis (28/9/2023).
Larangan TikTok Shop cs berlaku seiring terbitnya Permendag Nomor 31 Tahun 2023 tentang Ketentuan Perizinan Usaha, Periklanan, Pembinaan, dan Pengawasan Pelaku Usaha. Hal ini merespons sepinya pasar-pasar konvensional buntut perdagangan digital yang menawarkan harga sangat murah di social commerce.
Melalui aturan ini, media sosial seperti TikTok, Instagram, Facebook, dan Twitter dilarang digunakan untuk berjualan. Melainkan hanya boleh digunakan dalam memfasilitasi promosi, bukan untuk tempat transaksi jual beli.
Aturan itu sebagai upaya pemerintah untuk mengatur lebih tegas usaha di lini digital agar tidak mematikan pelaku Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM) dalam negeri yang masih menjajakan dagangannya melalui cara konvensional.
Jika tetap melakukan transaksi jual beli, misalnya di Live TikTok, platform medsos tersebut akan dikenakan sanksi, bahkan ancamannya sampai penutupan platform media sosial. Puan menilai, diperlukan strategi lanjutan guna menciptakan keadilan antara pelaku usaha digital dan konvensional.
“Setelah membuat regulasinya, saatnya pemerintah menciptakan strategi lanjutan yang tetap menjunjung keadilan bagi seluruh pelaku usaha. Jangan sampai aturan yang baru malah menjadi boomerang bagi Negara untuk mencapai target era ekonomi digital,” ungkap Puan.
Menurut data TikTok Indonesia, ada sekitar 6 juta pelaku usaha lokal yang menggantungkan usahanya melalui jasa social commerce. Lalu ada sekitar 7 juta creator affiliate yang menggunakan platform Tiktok Shop.
Berkaca dari hal itu, Puan berharap pemerintah menghadirkan regulasi yang win-win solution dan berpihak untuk semua pihak. Hal ini mengingat pesatnya perkembangan teknologi sangat berpengaruh pada industri perdagangan.
“Maka harus diimbangi dengan regulasi yang tepat. Sehingga ke depannya Indonesia bisa ambil bagian dalam perkembangan era ekonomi digital,” jelas Puan.
Di sisi lain, Puan mendorong pemerintah untuk menggalakkan sosialisasi dan pelatihan bagi pelaku usaha konvensional untuk dapat beradaptasi dengan perkembangan zaman. Menurutnya, pelaku usaha konvensional perlu didukung untuk meningkatkan usahanya agar bisa seimbang berjualan di pasar konvensional maupun pasar digital.
“Jangan sampai usaha yang dibangun bertahun-tahun terpaksa tutup karena tidak mengikuti perkembangan zaman, ini tugas penting Pemerintah,” terangnya.
Lebih lanjut, Puan menekankan pentingnya intervensi pemerintah untuk meramaikan lagi pasar-pasar tradisional. Salah satunya dengan merevitalisasi pasar-pasar konvensional agar kembali menarik perhatian pembeli.
“Tujuan revitalisasi pasar tradisional didasari untuk mengembalikan kenyamanan pembeli, menambah omzet pedagang, hingga agar tidak kalah saing dengan pasar modern atau pasar digital,” ungkap Puan.
Puan pun meminta adanya kesadaran dari platform-platform media sosial untuk mengimplementasikan aturan yang dibuat pemerintah. Selain itu, ia berharap pelaku endorse termasuk selebriti memiliki kepekaan dalam memasarkan atau mempromosikan produk dagangan.
“Memang kalau selebriti yang jualan akan cepat laku, tapi kita berharap strategi promosi seperti ini dilakukan dengan cara dan tujuan yang positif,” jelas dia Puan.