CYBERSULUT.NET – Terkait kenaikan Iuran BPJS Kesehatan, Komunitas Peduli BPJS Kesehatan menyikapi bahwa kenaikan tersebut merupakan solusi mundur sehingga Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 75 tahun 2019 tentang Perubahan Atas Peraturan Presiden Nomor 82 tahun 2018 tentang Jaminan Kesehatan, berpotensi untuk di uji materiil oleh peserta yang kecewa dengan kebijakan tersebut.
Menurut Komunitas Peduli BPJS Kesehatan, jika mengacu pada UU Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN) UU No. 40 Tahun 2004 maupun UU BPJS, dimana patut diperhatikan oleh Pemerintah terkait kenaikan iuran BPJS Kesehatan yaitu Dalam Pasal 27 ayat (3) UU SJSN, disebutkan bahwa Besarnya iuran jaminan kesehatan untuk peserta yang tidak menerima upah ditentukan berdasarkan nominal yang ditinjau secara berkala.
“Penjelasan pasal tersebut, pengertian secara berkala dalam ketentuan ini adalah jangka waktu tertentu untuk melakukan peninjauan atau perubahan sesuai dengan perkembangan kebutuhan,” kata Johan Imanuel mewakili Komunitas Peduli BPJS Kesehatan lewat pers rilis yang diterima CYBERSULUT, Kamis (31/10/2019).
“Menjadi pertanyaan apakah perkembangan kebutuhan ini terkait dengan kebutuhan peserta tersebut? Apakah tinjauan berkala benar sudah dilakukan? Namun bagaimanakah hasilnya? Bentuk kajiannya seperti apa? Melihat banyaknya kalangan menolak kenaikan iuran justru momentum ini bukan merupakan kebutuhan dari peserta. Justru peserta lebih tenang apabila pelayanan kesehatan melalui kepesertaan BPJS Kesehatan ditingkatkan dari sistem pelayanan kesehatan, sistem kendali mutu pelayanan, dan sistem pembayaran pelayanan sebagaiman ditegaskan pada Pasal 24 ayat (3) UU SJSN,” sambung Johan.
Lanjut Johan, kebijakan tersebut harusnya dikaji sebaik mungkin, mengingat pelayanan kesehatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 22 ayat (1) UU SJSN, meliputi pelayanan dan penyuluhan kesehatan, imunisasi, pelayanan Keluarga Berencana, rawat jalan, rawat inap, pelayanan gawat darurat dan tindakan medis lainnya, termasuk cuci darah dan operasi jantung.
“Pelayanan tersebut diberikan sesuai dengan pelayanan standar, baik mutu maupun jenis pelayanannya dalam rangka menjamin kesinambungan program dan kepuasan peserta. Luasnya pelayanan kesehatan disesuaikan dengan kebutuhan peserta yang dapat berubah dan kemampuan keuangan Badan Penyelenggara Jaminan Sosial. Kata kunci dalam Pasal 22 ayat (1) UU SJSN adalah kehati-hatian dalam pelayanan kesehatan, sehingga antara penambahan atau pengurangan manfaat bahkan kenaikan iuran dalam rangka peningkatan pelayanan kesehatan tidak merugikan peserta,” tutur Johan.
Ditambahkan Johan, dapat dikaji lebih lanjut apakah kenaikan iuran BPJS Kesehatan sudah sesuai dengan prinsip dalam UU BPJS Kesehatan (Pasal 4). Mengingat terkait defisit BPJS Kesehatan maka seharusnya tidak terjadi apabila benar-benar terlaksana prinsip kehati-hatian (pengelolaan dana secara cermat, teliti, aman dan tertib) dan prinsip akuntabilitas (pelaksanaan program dan pengelolaan keuangan yang akurat dan dapat dipertanggungjawabkan).
Begitu juga mengenai kewajiban BPJS Kesehatan dalam UU BPJS ditegaskan dua hal terkait keuangan, yaitu BPJS Kesehatan wajib mengembangkan aset Dana Jaminan Sosial dan aset BPJS untuk sebesar-besarnya kepentingan peserta dan memberikan manfaat kepada seluruh peserta sesuai dengan Undang-Undang tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional (Pasal 13 UU BPJS). Sehingga dapat dikaji juga apakah kewajiban BPJS Kesehatan sudah dimaksimalkan dengan baik, demi kepentingan dan manfaat peserta atau apakah kenaikan iuran merupakan bagian dari kepentingan dan manfaat peserta.
“Seharusnya sebelum melakukan kenaikan iuran peserta BPJS Kesehatan, Pemerintah mempertimbangkan segala masukan dari publik seluas-luasnya khususnya terhadap kenaikan iuran ini agar tidak mengabaikan asas dan tujuan UU BPJS itu sendiri,” pungkas Johan.
Christy Lompoliuw