Pandangan Hukum HBL Soal Belum Dilantiknya Elly Lasut Sebagai Bupati Talaud

Hillary Brigitta Lasut (HBL). Foto : Instagram @hillarybrigitta

CYBERSULUT.NET – Kisruh belum dilantiknya dr Elly E.Lasut dan Moktar A.Parapaga sebagai Bupati dan Wakil Bupati Kepulauan Talaud, membuat Calon Anggota DPR RI terpilih Hillary Brigitta Lasut (HBL) SH, LLM memberikan pandangan hukumnya dalam sebuah diskusi, Sabtu (27/7/2019).

Menurut alumni Fakultas Hukum Universitas Pelita Harapan Jakarta ini bahwa, bukan saatnya lagi mempermasalahkan jika dr Elly E. Lasut belum atau sudah dua periode masa jabatannya sebagai bupati. Karena tahapan saat ini sudah masuk ditahapan pelantikan bukan verifikasi berkas calon lagi.

“Tahapan saat ini sudah pelantikan sebagaimana aturan yang ada. Bicara soal persyaratan itu ada ditahapan verifikasi berkas calon yang menjadi tugas KPU dan Bawaslu yang kemudian ditetapkan oleh KPU lewat sebuah keputusan yang telah melewati sidang gugatan di Mahkamah Konstitusi,” kata HBL.

Kemudian mengenai fatwa MA menurut Hillary yang belum lama menyandang gelar LLM atau master hukum dari Washington University ini, fatwa MA itu tidak mengikat dan memiliki hukum tetap karena bukan putusan pengadilan.

“Fatwa MA itu pendapat bukan aturan yang mengikat. Sehingga yang harus dilakukan adalah Pak Gubernur harus melantik walaupun tanpa fatwa MA,” tuturnya.

Dijelaskannya juga, bahwa ada asas hukum barangsiapa yang membuat produk hukum, dia juga yang berhak merubah atau mengganti keputusannya.

“Sehingga jika Mendagri merubah SK Elly Lasut karena fakta hukumnya pemberhentian Pak Elly harus dilakukan 2011 karena telah memiliki keputusan hukum tetap dari proses kasasi ke MA, maka SK Mendagri yang menyatakan bahwa pemberhentian tetap yang awalnya diputuskan tahun 2014 di rubah menjadi tahun 2011 dan perubahan itu sepenuhnya menjadi kewenangan dan hak dari Mendagri,” terang Hillary.

“Adapun putusan MA yang menolak gugatan Pak Elly terhadap SK Mendagri yang pertama wajar ditolak oleh MA karena terganjal aturan gugatan TUN yaitu gugatan PTUN tidak boleh lebih dari 90 hari dan PTUN akan menolak tanpa mempertimbangkan materi hukum yang digugat,” tambah Hillary yag merupakan kandidat Doktor di Universitas Pelita Harapan Jakarta dan Kandidat PhD The University of Birmingham United Kingdom.

“Di undang-undang itu jelas bahwa pelantikan kepala daerah tidak boleh dihalang-halangi karena itu bisa dikatakan perbuatan melawan hukum itu jelas di Undang-undang Nomor 10 tahun 2016 yang merupakan perubahan kedua dari Undang-undang nomor 1 tahun 2014 dan perubahan pertamanya Undang-undang nomor 8 tahun 2015. Itu jelas di Pasal 180 ayat 2. Lagi pula saya ingin bertanya apa wewenang pihak Pemprov menolak pelantikan. Karena Gubernur merupakan perpanjangan tangan pemerintah pusat,” pungkas Calon Anggota DPR RI terpilih dari Dapil Sulut ini yang mengincar Komisi III seraya berharap pelantikan bisa berjalan sesuai tahapan Pilkada. (***)

 

Serly Wilhelmina

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *