CYBERSULUT.NET – Gempa Megathrust menjadi satu hal yang sangat dikhawatirkan masyarakat Indonesia beberapa waktu ke belakang. Terlebih usai Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) menyebutkan bencana alam ini tinggal menghitung waktu terjadi di Indonesia.
Menurut pakar geologi Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) Dr Ir Amien Widodo MSi, Indonesia diapit tiga lempengan dunia yakni Lempeng Eurasia, Lempeng Pasifik, dan Lempeng Samudra. Sifat alami ketiga lempeng itu adalah terus bergerak dan telah menghujam ke permukaan bumi sejak jutaan tahun lalu.
Pergerakan lempeng yang terus-menerus akan mengakibatkan akumulasi energi yang dapat memicu terjadinya gempa. Setiap tahunnya, lempeng tektonik ini bergerak dengan kecepatan tertentu antara dua hingga 10 sentimeter per tahun.
Yang menjadi perhatian Amien adalah dengan kecepatan tersebut, dua lempeng yakni Eurasia dan Samudera Indo-Australia (Samudra Hindia) bisa bertumbukan. Tubrukan ini berpotensi menghasilkan gempa Megathrust.
“Tumbukan kedua lempeng itu berpotensi menghasilkan gempa Megathrust,” katanya, dikutip dari laman resmi ITS, Selasa (20/8/2024).
Ketika gempa Megathrust terjadi, hal ini akan mempengaruhi beberapa wilayah Indonesia, menurut Peneliti Senior dari Pusat Penelitian Mitigasi Kebencanaan dan Perubahan Iklim ITS ini. Daftar wilayah tersebut yakni:
Pantai barat Sumatra
Pantai selatan Jawa
Pantai selatan Bali dan Nusa Tenggara
Kepulauan Maluku
Maluku Utara
Pantai utara dan timur Sulawesi
Pantai utara Papua.
Dijelaskan Amien, lempeng tektonik terus bergerak di tujuh wilayah tersebut. Akibatnya gempa megathrust bisa terus berulang pula di daerah itu.
“Lempeng tektonik terus bergerak sehingga gempa megathrust akan terus berulang di daerah tersebut,” bebernya.
Karena pergerakannya terjadi setiap waktu, beberapa gempa megathrust kata Amien tidak selalu berkekuatan besar. Berdasarkan data BMKG, justru banyak gempa kecil selama ini terjadi di zona Megathrust.
Sayangnya gempa ini tidak dapat diprediksi kapan waktunya. Namun, dengan pemberitaan yang beredar masyarakat diharapkan tidak terlalu panik.
“Terjadinya gempa ini juga tidak dapat diprediksi kapan waktunya, sehingga masyarakat tidak perlu panik,” jelasnya.
Untuk meminimalisir dampak gempa, ada berbagai upaya mitigasi yang bisa dilakukan. Salah satunya adalah mematuhi standar bangunan ketika mendirikan rumah.
Hal itu sebagai bentuk pencegahan dini terhadap gempa terutama bagi masyarakat yang tinggal di pesisir pantai. Karena ketika gempa Megathrust dengan kekuatan besar terjadi, bisa memicu bencana alam lanjutan yakni tsunami.
Karena itu, bangunan dengan standar yang benar untuk menahan gempa dan tsunami sangat dibutuhkan oleh masyarakat sekitar pantai.
“Untuk mencegah potensi terjadinya Megathrust besar yang memicu tsunami di pesisir pantai,” tutupnya.