Catatan Apabila Putusan Hakim Dianggap Tidak Masuk Akal, Contoh Kasus Ronald Tannur

Ketua LBH Justitia Pro Omnibus, Michel J. Kawengian

Cerminan atas Dipecatnya majelis hakim yang bebaskan Ronald Tannur

Sebuah edukasi hukum.
Ada asas hukum Pidana yang berkata:
Lex temporis delicti, adalah dimana perbuatan seseorang harus diadili menurut aturan yang berlaku pada waktu perbuatan dilakukan.

Beberapa waktu yang lalu, Indonesia di hebohkan dengan dibebaskannya Ronald Tannur terdakwa penganiayaan yang menyebabkan kematian Dini pacarnya dari kejadian yang bermula pada hari Selasa, 3 Oktober 2023 itu.

Saat itu, Dini datang bersama Ronald ke tempat karaoke Blackhole KTV di Lenmarc Mall jalan Mayjend Jonosewojo, Surabaya.  Di dalam room nomor 7, mereka berkaraoke dan meminum-minuman beralkohol hingga lewat dini hari atau Rabu, 4 Oktober 2023. Setelah itu saat hendak pulang, keduanya sempat cekcok dan  saat di dalam lift, Ronald lantas menampar Dini hingga memukulnya dengan botol Tequila yang dibawanya itu. Penganiayaan kemudian berlanjut di basement bahkan Dini sempat dilindas dengan mobil.

Berdasarkan hasil BAP dan fakta yang muncul dalam persidangan tersebut, JPU mendakwa Ronald Tannur melanggar pasal 338 tentang pembunuhan, juncto Pasal 351:3 yaitu Penganiayaan menyebabkan kematian dengan ancaman Pidana Penjara 7 tahun dan biaya ganti rugi (restitusi) kepada keluarga sebesar 260an juta rupiah.

Namun masyarakat di buat heboh dengan putusan majelis hakim PN Surabaya yang membebaskan Ronald Tannur dengan alasan bukti yang disajikan oleh Penuntut Umum tidak meyakinkan. Hal ini dinilai banyak pengamat dan praktisi hukum mencederai kepercayaan masyarakat kepada mahkamah sebagai gerbang penjaga yang melindungi rakyat dalam mencari keadilan, berikutnya keluarga korban melalui kuasa hukumnya membawa putusan ini ke Komisi Pengawas Mahkamah Agung untuk meminta keadilan.

Dalam hal majelis hakim membebaskan Ronald Tannur anak Anggota DPR RI Edward Tannur ini, majelis hakim seperti mengenyampingkan bukti-bukti kuat yaitu hasil Visum pecahnya hati dari korban md Dini dan bekas lindasan mobil pada tubuh korban serta CCTV di lokasi kejadian yang seharusnya memantapkan terpenuhinya delik pidana penganiayaan yang menyebabkan kematian sesuai sesuai dakwaan JPU pasal 338 jo. 351:3 KUHP. Laporan atas putusan yang kontroversial ini kepada Komisi Yudisial menyebabkan dikeluarkannya rekomendasi pemecatan bagi ketiga hakim tersebut.

Sebagai edukasi hukum, masyarakat dalam mencari keadilan, wajib untuk melaporkan hakim yang dianggap membuat putusan yang dianggap tidak masuk akal. Hal ini sebagai bentuk awareness masyarakat agar berikutnya produk dari Pengadilan dalam putusan hakim akan lebih adil dan memenuhi syarat suatu putusan.

Putusan hakim merupakan ujung perjalanan dari proses panjang hukum pidana. Di Dalam putusan hakim nasib seseorang tersebut dinyatakan bersalah melakukan tindak pidana atau sebaliknya. Namun putusan tersebut haruslah sesuai dasar aturan nya, yaitu diatur dalam Pasal 197 KUHAP yang terdiri dari syarat materil dan formil sebagai parameter sah atau tidaknya putusan hakim tersebut. Hal itu diatur supaya hakim dalam membuat vonis mengenai hidup seseorang dilakukan dengan teliti dan cermat agar memenuhi asas keadilan dan kepastian hukum.

Michel J. Kawengian, S.H.
Lawyer – Ketua LBH Justitia Pro Omnibus

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

error: Continue copy, click home