CYBERSULUT.NET – Kepala Badan Pelindungan Pekerja Migran Indonesia (BP2MI) Republik Indonesia, Benny Rhamdani tak pernah lelah menegaskan akan terus melawan sindikat dalam pengiriman Pekerja Migran Indonesia (PMI).
Diungkapkan Rhamdani, komplotan pemilik modal dalam urussan pengiriman PMI tersebut, diduga bisa saja di backup oknum TNI/Polri, Imigrasi dan Kedutaan besar serta Ketenagakerjaan, bahkan mungkin ada oknum dari BP2MI.
“Kenapa ini bisnis kotor, satu PMI saja yang mereka berangkatkan secara ilegal, mereka bisa mendapatkan Rp 20 juta. Jadi Rp 10 Juta dinikmati pemilik modal dan Rp 10 Juta ‘Hanky-Panky’ kepada aparatur negara,” kata Rhamdani usai menghadiri penandatanganan Memorandum Of Understanding (MoU) bersama Pemerintah Kota Bitung dan Tomohon, Provinsi Sulawesi Utara, Rabu (5/5/2021).
Diakui Rhamdani, dirinya pernah mendapat tawaran untuk terlibat dalam bisnis kotor tersebut dan berpotensi dirinya akan menjadi Orang Kaya Baru (OKB).
“Benny Rhamdani pernah ditawari Rp 1 Juta per PMI, kalau satu tahun dapat memberangkatkan 100 ribu orang maka mendapatkan Rp 100 Milliar. Besar dan saya bisa jadi orang kaya baru. Atau mereka menawarkan opsi kedua, Rp 500 juta perbulan. Besar juga itu, bisa hidup tujuh turunan,” ungkap Rhamdani.
TERKAIT : Buka Peluang Kerja di Luar Negeri, BP2MI Gandeng Pemkot Bitung dan Tomohon
Meskipun mendapatkan tawaran yang menggiurkan tersebut, Rhamdani kukuh tidak mau memberikan kesempatan di otak para sindikat tersebut.
“Negara tidak boleh kalah menghadapi mereka, seolah-olah uang yang mereka miliki bisa mengendalikan negara ini. Ini negara hukum, negara yang memiliki pemerintahan,termasuk aparatur negara yang disumpah atas nama Tuhan dan Agama,” tegas Rhamdani.
Dalam kesempatan tersebut, Rhamdani mengungkapkan telah 23 kali melakukan penggrebekan aktifitas sindikat pengiriman PMI.
“Kita sudah selamatkan 807 orang calon pekerja migran Indonesia. Dari 23 penggebrekan tersebut, 17 kali saya pimpin langsung,” ungkap Rhamdani.
Rhamdani pun menghimbau kepada masyarakat yang berkeinginan bekerja di luar negeri, agar bisa melewati jalur yang resmi atau berkoordinasi dengan pemerintah setempat maupun BP2MI.
“Bahayanya jika tidak tercatat negara sebagai pekerja migran atau berangkat secara tidak resmi, negara tidak bisa berikan perlindungan secara langsung. Disesalkan jika negara harus hadir ketika mereka sudah mendapatkan masalah. Banyak kasus, seperti kekerasan fisik maupun seksual, gaji yang tak dibayar sesuai kontrak dan PHK sepihak, bahkan diperjual-belikan dari majikan satu ke majikan lain,” tukas Rhamdani.
Christy Lompoliuw