Jle’s Dive Centre and Resort Bantah Lakukan Pembangunan Tanpa Ijin

CYBERSULUT.NET – Pembangunan salah satu resort di Kecamatan Wori, Kabupaten Minahasa Utara, Provinsi Sulawesi Utara diduga bermasalah. Pembangunan Jle’s Dive Centre and Resort di Desa Minaesa Kecamatan Wori diduga melakukan reklamasi pantai tanpa ada kajian lingkungan.

Lokasi reklamasi itu sangat dekat dengan kawasan konservasi taman Nasional Bunaken yang dapat mempengaruhi biota laut dikarenakan objek wisata tersebut kemungkinan besar sudah menebang banyak pohon mangrove yang ada di pesisir pantai hingga kurang lebih 100 meter dari bibir pantai.

PT Kanaka Guest House Sumber Agung Jaya selaku pihak yang akan membangun Jle’s Dive Centre and Resort membantah tudingan itu. Menurut James Turambi selaku Konsultan Lingkungan perusahaan tersebut mengatakan bahwa di depan lokasi pembangunan sudah ada papan pemberitahuan bahwa lokasi tersebut sedang dalam kajian lingkungan

“Di depan pintu gerbang ada papan pengumuman yang tertulis bahwa lokasi pembangunan Jle’s dive and resort sementara dalam proses kajian lingkungan hidup, penyusunan dokumen lingkungan hidup dan untuk saran, pendapat, tanggapan dapat disampaikan melalui nomor di bawah ini, yaitu nomor handphone saya,” ujar James Turambi, Rabu (31/7/2019).

James menegaskan bahwa itu merupakan wujud keterbukaan informasi publik, dan pihak perusahaan sebenarnya sudah memiliki dokumen lingkungan hidup berupa surat pernyataan pengelolaan lingkungan (SPPL) yang divalidasi oleh dinas lingkungan hidup Minahasa Utara (Minut).

“Sampai sekarang kami sudah tidak melakukan penimbunan, sudah dihentikan dari tahun 2018 karena itu dihentikan oleh dinas lingkungan hidup provinsi karena kewenangannya itu 0 sampai 12 mil ke arah laut itu kewenangan provinsi berdasarkan undang-undang nomor 23 tahun 2014 tentang pemerintahan daerah,” jelas James

Terkait ada informasi yang beredar bahwa ada pemotongan pohon mangrove, James juga membantah hal tersebut. Menurutnya sejak tahun 2015, di lokasi tersebut tidak terdapat pohon mangrove, bahkan pihak perusahaan pada tahun 2018 justru melakukan penanaman 1000 mangrove di sekitar lokasi tersebut.

“Secara garis besar saya menyimpulkan bahwa kami sementara berproses di provinsi, jadi kalau dikatakan itu tidak berijin, sebenarnya secara existing berijin, tapi ada proses yang sementara berlangsung di provinsi sulawesi utara dan ini sementara kami laksanakan,” kata James.

Dinas lingkungan hidup (DLH) provinsi Sulut melalui kepala bidang penataan hukum dan peningkatan kapasitas lingkungan hidup Arfan Basuki saat dikonfirmasi mengatakan bahwa sebelumya sudah ada pengaduan dari LSM dan masyarakat pada 2017 dan baru ditindak lanjuti oleh DLH Provinsi Sulut pada tahun 2018 dengan turun langsung ke lokasi.

“Perda zonasi itu baru berlaku 2017 sehingga yang bersangkutan belum mengetahui dan dia telah mendapatkan ijin dari pemkab Minut yang memberikan ijin sampai pada kewenangan provinsi, sehingga yang dilakukan oleh perusahaan itu sebenarnya salah tapi dia sebenarnya tidak menyalahi aturan karena dia mendapatkan ijin dari pemkab Minut,” kata Arfan.

Untuk itu kami menyarankan kepada pelaku usaha agar mengurus ijin ke provinsi dan pelaku usaha menunjukkan itikad baik untuk mengurus dan sampai saat ini sementara dalam proses pengurusan di provinsi.

“Mendapatkan ijin lingkungan itu dia harus dimulai dari kesesuain ruang, ijin prinsip, kemudian masuk pada Amdal atau UKLUPL, sekarang dia lagi berproses di TKPRD. Kalau sekarang dia melakukan kegiatan yang ada di darat, itu sudah existing dan dapat dilakukan karena dilaksanakan sebelum perda zonasi ini dikeluarkan,” jelas Arfan

Arfan pun menganggap hal tersebut tidak ada permasalahan karena khusus untuk laut harus menunggu ijin sementara kalau untuk di darat tidak ada masalah.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *