Opini  

Catatan Alumni : Ospek Unsrat, Antara “Tradisi” dan Stigma Yang Dipertahankan

Harry Christian Tumimomor

CYBERSULUT.NET – Tidak sedikit alumni Fakultas Hukum Unsrat tersebar di luar kota Manado. Baik di Ibu Kota maupun di kota lainnya di Indonesia yang telah mengharumkan nama almamater dengan segudang prestasi, pencapaian dan sikap-sikap positif lainnya, sehingga dapat mengangkat serta mengharumkan nama Fakultas Hukum Unsrat.

Karena itu juga, Alhamdulilah / Puji Tuhan, pada tahun ini Fakultas Hukum Unsrat tercatat sebagai salah satu KAMPUS HUKUM TERFAVORIT 2018 di Indonesia dan berada dirutuan ke 28. http://www.hukumonline.com/berita/baca/lt5af1dd0834e49/ini-dia-kampus-hukum-terfavorit-2018

Sejak awal berkarir di luar kota Manado hingga saat ini, dalam menjaga sikap perbuatan menjadi suatu hal penting bagi saya dalam menjalani suatu proses kehidupan. Terlebih lagi, karena berstatus sebagai pendatang/perantau, sikap untuk menjaga nama baik daerah asal, sebagai seorang putra Minahasa dilakoni sedemikian rupa agar tidak dicap buruk oleh orang lain. Hal sama juga saya lakukan dalam menjalankan profesi pekerjaan dan sebagai seorang alumni lulusan Fakultas Hukum Unsrat.

Dengan segala keterbatasan sebagai seorang manusia, terkadang kita lupa, sehingga tindakan yang dilakukan dapat berimplikasi pada tercorengnya/ merusak nama baik pribadi, profesi, organisasi dan tidak kalah pentingnya adalah nama civitas akademika Fakultas Hukum Unsrat yang saya cintai, yang melekat permanen, dibawah menempel sampai akhir hayat pada diri kita juga dapat ikut terseret. Mengingat hal tersebut, membuat selelau waspada dan berhati-hati dalam bertindak.

27 Juli 2018 saya dikagetkan dengan informasi dari kerabat, kolega serta mitra yang
mempertanyakan pemberitaan nasional mengenai “pornoaksi saat ospek” di kampus merah unsrat.

Apakah dengan bangga saya bisa menyampaikan “itulah tradisi kita”?

Apakah dengan lantang dan gagah saya bisa menyampaikan “hukum itu keras dan itulah kita di Fakultas Hukum Unsrat”?

Atau apakah juga bisa dengan menjawab “Torang Nyanda Tako, anak hukum UNSRAT sekarang cengeng dan sebagainya.

Tidak ada satu orangpun di sekitar saya (non hukum), hingga saat ini yang membenarkan kejadian serta percakapan dan suasana yang ada di dalam video sebagaimana pemberitaan tersebut.

Jika memang benar-benar kita mencintai almamater, maka ada suatu stigma yang harus dirubah, sekalipun benang sudah kusut, dengan segala cara, walaupun mungkin bahkan ada yang dikorbankan (sebisa mungkin tidak).

Mungkin cara lama adalah yang baik untuk dilakukan waktu itu, tapi kita sama-sama tahu bahwa manusia itu berubah dengan berbagai alasan, masyarakat juga berkembang seiring waktu, faktor IPtek dan lainnya, sehingga hukum menjadi tongkat utama untuk
menyeimbangkan perkembangan tersebut.

Menempah Fisik dan Mental

Banyak cara yang lebih baik yang dapat dilakukan di era saat ini untuk mendidik yang benar dan lebih baik, khususnya dalam masa orientasi/ perkenalan kampus kepada mahasiswa baru.

Jika dinilai bahwa dengan ditempahnya seseorang dapat menghasilkan hal positif (dalam scope terbatas, untuk profesi hukum), hal itupun harus dilakukan terukur.

Yang harus disasadari, bahwa indikator seseorang perlu ditempah atau tidak bukan menjadi kompetensi orang yang berlatar hukum. Perlu profesi lain seperti dokter dan psikolog untuk mengukur hal tersebut.

Mengenyam ilmu di fakultas hukum bukan dipersiapkan untuk menjadi seorang militer yang kelak suatu hari nanti ketika dibutuhkan negara, siap memikul senjata dan berangkat ke medan pertempuran, sehingga baik fisik dan mental harus dipersiapkan sedemikian rupa.

Saat saya menjadi Mahasiswa Baru (Maba) dulu, saya juga merasakan hal yang bahkan lebih dari pemberitaan dimaksud.

Tidak ada dendam ataupun perasaan tidak menerima atas perbuatan para senior tersebut. Justru sebaliknya saat itu menjadi suatu kebanggan, bahkan menjadi suatu cerita yang menarik ketika berhasil melewatkannya.

Setelah menelaah lebih dalam lagi, hal tersebut bisa terjadi karena saat itu saya berada dalam lingkungan itu, sehingga mindset saat itu terpola menjadi hal yang biasa dan sangat wajar bahkan suatu lelucon.

Sebelumnya, saya sempat membahas terkait dengan orientasi Maba dengan beberapa kerbat-kerabat alumni di Fakultas Hukum di Perguruan Tinggi Negeri maupun Swasta lainnya di Indonesia. Tidak ada satupun dari mereka, merasakan tindakan-tindakan orientasi seperti yang saya rasakan dulu.

Lantas demikian, apakah mereka dan teman-temannya dari almamater mereka tersebut gagal mencapai kehidupan dunia hukum yang keras? Apakah mereka tidak dapat berprestasi dan mendapatkan pencapaian serta penghargaan dalam karir dan profesinya? Untuk menempah, membentuk mental yang kuat bagi orang, terukur dan tepat sesuai kebutuhan dapat dilakukan dengan banyak cara.

Ayolah… kita saat ini hidup di zaman yang bukan primitive lagi, kita harus terus maju dan berkembang seperti negara lain, sudah terlalu jauh kita tertinggal dari negara lain dan menurut saya terlalu ego apabila kita terlalu mempertahankan hal-hal yang tidak perlu dipertahankan, apalagi jika hal tersebut adalah suatu pelanggaran dan justru dapat merusak generasi bangsa.

Dengan menempah fisik dan mental secara tidak terukur, tentunya banyak resiko buruk yang bisa dialami.

Apakah sudah terpikirkan mengenai dampak psikologis yang berkemungkinan terjadi? Apakah tindakan seperti pemberitaan berkemungkinan merusak alat vital seorang laki-laki?

Sekarang ini, penolakan besar bergejolak disertai rasa sedih yang sangat dalam. Lucu, menggelitik disertai suasana yang miris ketika melihat senior, junior, sodara-sodara saya sendiri yang mungkin masih ter-mindset dengan pemikiran dulu, yang membenarkan, membanggakan, bahkan mengklaim hal tersebut “tradisi”. Terlihat hilang dan menjauh dari diri kita mengenai Tradisi yang seharusnya positif, mendidik dan punya value.

Jangan kita salah menerapkan, Jangan kita hanya mengklaim “Torang Samua Basudara”, sementara kita tidak memikirkan masa depan adik-adik kita/penerus bangsa yang baru memasuki dunia kampus.

Saya tidak berbicara hukum atau peraturan perundang-undangan yang berlaku tentang ini, terlepas dari adanya suatu pelanggaran, ada hal yang harus diubah di Fakultas Hukum Unsrat.

Salam, Pakatuan Wo Pakalawiren

Harry Christian Tumimomor

Alumni Fakultas Hukum Unsrat Angkatan 2003

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *