CYBERSULUT.NET – Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menyiapkan Rancangan Peraturan OJK (RPOJK) terkait Layanan Pendanaan Bersama Berbasis Teknologi Informasi (LPBBTI) atau perusahaan financial technology (fintech).
Dalam aturan ini, pihak otoritas mewajibkan kepemilikan tunggal, dimana setiap pihak hanya dapat menjadi pemegang saham pengendali pada satu penyelenggara fintech konvensional dan satu penyelenggara fintech syariah.
Mengutip substansi kebijakan yang dirilis OJK, Minggu (30/1/2022), LPBBTI atau fintech hanya dapat dilakukan penyelenggara yang berbadan hukum Perseroan Terbatas (PT).
Kemudian, penyelenggara LPBBTI harus memiliki modal disetor minimum sebesar Rp25 Miliar pada saat pendirian. Penyelenggara LPBBTI yang telah memperoleh izin dari OJK harus senantiasa memiliki ekuitas minimum sebesar Rp 12,5 miliar, yang dipenuhi secara bertahap selama 3 tahun sejak POJK diundangkan.
Pendanaan yang dapat diberikan kepada setiap penerima dana (borrower) adalah maksimal sebesar Rp 2 miliar. Adapun pendanaan yang dapat diberikan dari setiap pemberi dana (lender) dan afiliasinya adalah maksimum 25 persen dari pendanaan outstanding setiap bulan, dengan masa transisi secara bertahap selama 18 bulan sejak POJK diundangkan.
Namun, pendanaan yang diberikan oleh setiap pemberi dana yang merupakan pelaku usaha jasa keuangan yang diawasi OJK dapat lebih dari 25 persen dari pendanaan outstanding setiap bulan, yaitu maksimum 75 persen dari pendanaan outstanding setiap bulan.
Penyelenggara fintech juga wajib menerapkan prinsip tata kelola yang baik bagi perusahaan (good corporate governance) yang dituangkan dalam pedoman dengan isi minimum:
a. tata cara pelaksanaan tugas dan tanggung jawab Direksi, Dewan Komisaris, dan DPS
b. kelengkapan dan tata cara pelaksanaan tugas satuan kerja yang menjalankan fungsi pengendalian internal penyelenggara
c. kebijakan dan prosedur penerapan fungsi kepatuhan, auditor internal, dan auditor eksternal
d. kebijakan dan prosedur penerapan manajemen risiko, termasuk sistem pengendalian internal dan penerapan tata kelola Teknologi Informasi.
Selanjutnya, penyelenggara LPBBTI wajib menyampaikan laporan kepada OJK yang terdiri dari laporan berkala (laporan secara real time, laporan bulanan, dan laporan tahunan) dan laporan insidentil (misalnya laporan adanya fraud).
Dalam rangka mewujudkan perlindungan konsumen, penyelenggara wajib menerapkan prinsip transparansi, perlakuan yang adil, keandalan, kerahasiaan dan keamanan data/informasi Konsumen serta penanganan pengaduan serta penyelesaian sengketa konsumen secara sederhana, cepat, dan biaya terjangkau,dengan mengacu pada POJK mengenai perlindungan konsumen.
Proses penagihan kepada penerima dana (borrower) yang wanprestasi dilakukan paling sedikit dengan memberikan surat peringatan, dengan tata cara sesuai yang terdapat dalam perjanjian antara pemberi dana (lender) dan penerima dana (borrower).
Proses penagihan dapat dilakukan oleh pihak lain berdasarkan perjanjian kerja sama, tetapi tanggung jawab proses penagihan tetap berada pada Penyelenggara LPBBTI.
Selain itu diatur pula bahwa penagihan baik yang dilakukan sendiri oleh Penyelenggara LPBBTI maupun oleh pihak lain harus dilakukan sesuai dengan norma yang berlaku di masyarakat dan peraturan perundang-undangan.
Sumber : Liputan6.com