Teliti Aspek Perpajakan Pengusaha Pertanian Kelapa dan Turunannya di UMKM Matani, Ini Kesimpulan Dosen Akuntansi Polimdo

Anita L.V Wauran

Penulis : Anita L.V Wauran, Steify M.E.W Sepang, Stevie Kaligis, Sintje P.Alouw

LATAR BELAKANG
UMKM Matani merupakan salah satu penyumbang produk kelapa dan turunannya untuk Kabupaten Minahasa Selatan yang merupakan daerah penghasil kelapa dan turunannya terbesar di Provinsi Sulawesi Utara.

Adapun produk turunan kelapa yang dihasilkan oleh mitra penelitian ini seperti kopra, tempurung dan sabut kelapa yang juga diolah lagi menjadi serbuk kelapa cocopeat. Cocopeat itu sendiri merupakan media tanam hidroponik yang bersifat organik, yang terbuat dari serbuk serabut kelapa.

Saat ini distribusi penjualan hanya untuk konsumsi negara Indonesia, tanpa menjual ke negara lain atau tanpa melakukan ekspor. Hal ini dikarenakan kurangpahamnya bagaimana melakukan kegiatan ekspor, dan ketidaktahuan tentang kewajiban perpajakan yang melekat dari kegiatan usaha pertanian kelapa dan turunannya untuk setiap penghasilan yang dihasilkan dari usaha pertanian tersebut.

UMKM Matani merupakan wajib pajak orang pribadi yang penghasilannya berasal dari penjualan hasil pertanian kelapa dan turunannya. Sehingga UMKM wajib melakasanakan kewajiban perpajakannya untuk menghitung membayar serta melaporkan kegiatan usaha seberapapun hasil usaha atau peredaran bruto yang dihasilkan baik masa maupun tahunan untuk dilaporkan.
Pajak adalah pembayaran yang harus dilakukan oleh individu atau masyarakat kepada pemerintah sesuai dengan undang-undang (Ginting & Wijaya, 2018). Pajak tersebut dikenakan tanpa adanya kompensasi langsung dan digunakan untuk memenuhi kebutuhan pemerintah dalam rangka mencapai kesejahteraan rakyat (Mochsen & Wijaya, 2021)ya akan mempengaruhi kesejahteraan Masyarakat.

PEMBAHASAN
Saat ini para usaha UMKM pertanian Matani yang ada di desa Matani menghasilkan hasil pertanian berupa buah kelapa dan turunannya berupa tempurung serta sabuk kelapa yang bisa di olah lagi menjadi serbuk kelapa yang disebut dengan cocopeat.

Para usaha/pengusaha usaha pertanian ini merupakan UMKM yang masih tergolong sebagai usaha atau pengusaha mikro dengan usaha dibidang sektor pertanian meliputi usaha perkebunan dengan skala kecil dimana hanya mempunyai karyawan dibawah 10 orang dengan jumlah aset tidak lebih dari 500 juta tidak termasuk rumah tinggal, dengan penggunaan tingkat teknologi yang sederhana dan kadang sangat manual dalam menggolah produk yang dihasilkan.

Produk yang dihasilkan merupakan produk yang diminati oleh pasar diluar negeri, sebagai bahan baku bahan setengah jadi yang akan dikelola/diproduksi lebih lanjut menjadi produk jadi oleh negara lainnya apabila usaha mikro pertanian perkebunan ini di jual ke negara lain dengan mekanisme kegiatan ekspor.

Dari segi kewajiban perpajakannya para usaha mikro pertanian perkebunan kelapa merupakan subjek pajak dalam negeri karna bertempat tinggal dan mempunyai usaha di daerah Matani yang merupakan bagian dari Negara Indonesia, serta mempunyai objek pajak berupa penghasilan yang didapat dari hasil penjualan produk kelapa dan turunannya yaitu kelapa,tempurung dan sabuk kelapa serta cocopeat. Sehingga para pengusaha mikro desa matani ini sudah menjadi wajib pajak dalam negeri dengan katagori wajib pajak orang pribadi non PKP ( Pengusaha Kena Pajak ) karena belum dikukuhkan sebagai PKP dimana omsetnya atau peredaran usahanya belum melebihi Rp 4.8 M pertahun.

Adapun barang/produk yang dihasilkan merupakan barang kena pajak sesuai dengan aturan perpajakan dalam hal ini Undang undang PPn. Sementera kewajiban perpajakannya sebagai wajib pajak orang pribadi, dikarenakan kegiatan usahanya masih dijalankan secara perorangan, dan belum di didaftarkan secara badan hukum sabagai usaha perseroan cv atau lainnya. Namun karna telah memenuhi persyaratan subjektif dan objektif, dimana secara subjeknya merupakan subjek pajak dalam negeri karna bertempat tinggal dan berusaha di negara indonesia, serta secara objeknya yaitu penghasilan dimana usaha mikro di Matani telah menghasilan penghasilan sehingga sudah memiliki kewajiban perpajakan, maka usaha mikro matani bisa dikatakan sebagai wajib pajak orang pribadi. Sehingga dalam kegiatan usahanya terdapat kewajiban pajak yang sudah melekat. Adapun jenis jenis Pajak yang harus di penuhi oleh UMKM Matani sebagai aspek perpajakannya adalah sebagai berikut :

Pajak Pertambahan Nilai ( PPN),Usaha Mikro Matani tergolong sebagai pedagang eceran yang mana peredaran usahanya atau omsetnya dalam setahun belum mencapai Rp4,8 M sehingga belum harus di kukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak (PKP), meskipun barang/produk yang dihasilkan merupakan barang kena pajak. Sehingga usaha mikro matani belum mempunyai kewajiban untuk memungut PPn atas penyerahan barang baik di dalam daerah pabean ( dalam negeri) ataupun di luar daerah pabean ( ekspor). Dimana juga produk yang akan diekspor tersebut adalah produk yang dibebaskan dari PPn. Sehingga usaha mikro matani tidak perlu menghitung, membayar dan melapor Pajak Pertambahan Nilai ( PPN), karna bukan PKP dan tidak ada kewajiban melaporkan PPN.

Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 21,Dalam menjalankan usahanya usaha mikro Matani memperkerjakan beberapa karyawan baik karyawan tetap maupun bukan karyawan seperti buruh yang dibayarkan sesuai dengan jumlah produk yang dihasilkan atau dibuat. Usaha mikro matani memberikan penghasilan berupa gaji dan upah kepada karyawanannya sehubungan dengan pekerjaan yang mereka lakukan di usaha mikro matani ini. Karyawan tersebut merupakan orang pibadi sebagai subjek pajak dalam negeri yang harus di potong pajak, dalam hal ini pajak penghasilan PPh 21 yang dipotong atas penghasilan berupa gaji dan upah. Usaha mikro matani merupakan pemberi kerja yang mempunyai kewajiban memotong PPh 21 atas gaji dan upah yang dibayarkan ke karyawan dan bukan karyawan yang mendapat penghasilan dr usaha mikro Matani. PPh Penghasilan ( PPh) Pasal 22,Apabila produk pertanian berupa kelapa dan turunanya yang dijual sumbernya selain dari hasil pertanian sendiri yaitu dibeli juga dari usaha pertanian lainnya atau para petani, maka usaha mikro matani juga merupakan pengepul hasil hasil pertanian yang harus memotong PPH pasal 22 atas kegiatan pengepul dengan tarif sebesar 0,25% dari harga pembelian barang tidak termasuk PPN.

PPh Final ( Berdasarkan PP no 23 Tahun 2018),Orang pribadi yang memiliki peredaran bruto tidak lebih dari Rp4,8 miliar dalam 1 Tahun Pajak tarif pajak penghasilannya adalah 0,5% dari omset/peredaran usaha. Begitupun dengan usaha mikro matani harus membayar PPh final sebesar 0,5 dari omset setiap bulannya. Namun dengan adanya perubahan dibidang pajak penghasilan berdasarkan PP no 55 Tahun 2022 tentang peredaran bruto tertentu, Dimana usaha mikro ( umkm) wajib pajak orang pribadi dengan peredaran bruto belum mencapai Rp 500 jt dalam satu tahun pajak, tidak akan dikenakan PPh final. Sehingga usaha mikro matani belum akan dikenakan PPh final 0.5% karna peredaran usahanya belum mencapai Rp 500 Jt.

Kesimpulan, Usaha UMKM Matani belum memenuhi kewajiban perpajakannya, sehingga kedepannya harus melaksanakan kewajiban perpajakannya dengan menghitung, membayar serta melaporkan akan kegiata usahanya sesuai dengan aturan dan UU perpajakan yang berlaku.Adapuan jenis jenis pajak yang melekat antara lain: PPh 21 serta PPh Final Berdasarkan PP no 23 Tahun 2018 serta PP No 55 Tahun 2023.

Daftar Pustaka Arsyad, M., & Natsir, S. (2022). Manajemen Pajak. Nas Media Pustaka, Mulyadi.Perpajakan,2018. UU No 7 Tahun 2021 Tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan, UU No 7 Tahun 1983 Tentang Pajak Penghasilan.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *