CYBERSULUT.NET – Kebijakan pemerintah pusat dalam hal ini Mentri Kelautan dan Perikanan RI dalam hal kebijakan perizinan pengusaha dan nelayan dianggap banyak yang tidak mempertimbangkan aspek sosial-ekonomi, khususnya para nelayan.
Sebagaimana dikatakan Ketua Asosiasi Nelayan Pajeko (Asneko) Sulawesi Utara (Sulut) Pdt Lucky Sariowan, kebijakan tersebut menjadi dampak negatif bagi Sulut terutama Kota Manado.
“Yang paling kental adalah dampak sosial. Dimana, semenjak peraturan terkait kebijakan tersebut ada, ribuan nelayan di Sulut khususnya Kota Manado otomatis tidak memiliki pekerjaan. Itu artinya adanya peningkatan angka pengangguran, sesuai data BPS, /2017 lalu Kota Manado menjadi penyumbang terbesar angka pengangguran di Sulut. Jadi, dampak sosialnya bisa membias ke tindakam kriminal. Apalagi para nelayan, ABK adalah orang-orang yang tingkatan pendidikannya sekolah menengah ke atas,” jelas Sariowan dalam hearing bersama Komisi II DPRD Sulut, Asneko dan sejumlah instansi terkait, Selasa (31/07/2018) siang ini.
Lebih lanjut dijelaskannya, dampak ekonomi juga terjadi efek domino.
“Efek domino yang dimaksud ketika pengusaha kapal ikan tidak bisa mengeluarkan kapal nelayan tidak bisa melaut. Nelayan tidak bisa melaut, ABK terbengkalai, pemilik kendaraan yang biasa mengangkut ikan di pelelangan tidak ada pekerjaan, dan dampak ekonomi terakhir dirasakan pedagang ikan di pasar. Itu imbas negatif dari kebijakan tumpang tindih ini,” tuturnya.
Menanggapi itu, Ketua Komisi II DPRD Sulut Cindy Wurangian mengatakan, dari semua keluhan tidak semua menjadi domain Pemprov Sulut, tetapi itu wewenang pemerintah pusat.
“Sedangkan yang menjadi domain provinsi, kami Komisi II akan berjuang bersama pihak Pemprov Sulut untuk ke pemerintah pusat. Terlebih sudah adanya penjelasan terkait rekomendasi Gubernur sesuai PP 24 pasal 89 tahun 2018,” tutup Wurangian.
Penulis: Mega Anggawirya