CYBERSULUT.NET – Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA) menargetkan Indonesia Layak Anak (Idola), pada tahun 2030. Salah satu dilakukan untuk mencapai target itu dengan mengumpulkan 128 kabupaten/kota yang belum menyelenggarakan kegiatan Kota Layak Anak (KLA).
Para Kepala Bapeda dan Kepala Dinas yang membidangi perlindungan anak yang berasal dari 17 provinsi tersebut, akan mengikuti rakor percepatan KLA 15-17 Oktober di Hotel Alila Solo.
Deputi Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA) Bidang Tumbuh Kembang Anak, Lenny N. Rosalin mengatakan, kegiatan tersebut bertujuan untuk membangun komitmen, partisipasi dan peran aktif para pemangku kepentingan untuk percepatan KLA di kabupaten/kota yang belum melakukan inisiasi pembangunan KLA. Selain itu, juga untuk memberikan contoh baik pelaksanaan KLA di Kota
Solo.
“Kota Solo dan Kota Surabaya adalah penerima Penghargaan KLA kategori Utama 2018. Kota Solo bisa memberikan contoh untuk kota-kota lainnya,” ujar Lenny, di Solo, Senin (15/10).
Lenny mengemukakan, komitmen negara menjamin upaya perlindungan anak dilakukan dalam Undang-undang pasal 28B ayat 2. Yakni setiap anak berhak atas kelangsungan hidup, tumbuh, dan berkembang serta berhak atas perlindungan dari kekeradan dan diskriminasi.
Kemudian, lanjut dia, UU nomor 35 tahun 2014 pasal 21 menyebutkan pemerintah daerah wajib melaksanakan kebijakan nasional dalam penyelenggaraan perlindungan anak di daerah melalui pembangunan kabupaten/kota layak anak.
“Kementerian PPPA telah mengembangkan kebijakan kabupaten/kota layak anak sejak 2006. Sejak Juli 2018 ada 386 kabupaten/kota telah menyelenggarakan KLA. Kami optimistis 2019 mendatang sudah ada 514 kabupaten/kota selenggarakan KLA,” jelasnya.
Lebih lanjut Lenny menjelaskan, hingga saat ini di Indonesia masih ada 128 kabupaten/kota atau 25 persen yang masih belum menyelenggarakan KLA untuk itu pihaknya melakukan percepatan ini di Kota Solo dengan tujuan akhir Indonesia Layak Anak terwujud pada 2030.
“Ada beberapa hal agar penerapan program ini bisa sukses, dimulai dari daerah dimana setiap anak diharapkan sudah memiliki akta. Untuk Kota Solo sendiri sudah 99 persen anak punya akta. Ada juga di tempat lain masih 60-70 persen anak punya akta,” ujar dia.
Lenny menambahkan, setiap kabupaten/kota di Indonesia harus memiliki kawasan tanpa asap rokok, dan tidak ada iklan promosi rokok. Menurutnya, udara yang sehat adalah hak setiap orang, sebagai bagian dari hak asasi manusia.
Dalam kesempatan sama, Kepala Dinas Pemberdayaan Perempuan, Perlindungan Anak dan Pemberdayaan Masyarakat (P3A dan PM) Solo, Widdi Srihanto menerangkan, di Kota Bengawan, penerapan kawasan tanpa rokok dan bebas iklan promosi rokok sudah dimulai sejak 2 tahun lalu. Sehingga ia sangat optimistis Solo bisa merealisasikan target Kota Layak Anak.
“Sejak 2 tahun lalu kita sudah ada bebas kawasan rokok. Sekarang kita masih dalam tahap utama, tahun depan semoga bisa KLA,” tutupnya.
Sumber : merdeka.com