CYBERSULUT.NET – Untuk menjadi legenda sepak bola dunia tidak harus selalu menjuarai gelaran Piala Dunia, tetapi bagaimana konsistensi dan kostribusinya bagi persepakbolaan secara universal maupun yang ditunjukan untuk negaranya. Hal tersebutlah yang ditunjukan oleh Paolo “Il Capitano” Maldini, Bek legendaris asal Italia yang telah bermain di empat Piala Dunia yang dimulai sejak Piala Dunia 1990. Konsistensi Paolo Maldini ini di tunjukan dengan kesetiaannya memperkuat AC Milan selama 24 tahun 132 hari. Dan merupakan pemain paling banyak tampil di AC Milan selama 902 kali. Konstribusinya di Timnas Italia sendiri, Maldini merupakan pemain yang memegang rekor penampilan terbanyak untuk Gli Azzurri yaitu 126 kali dengan 7 golnya.
Berperan sebagai bek kiri Maldini selalu menjadi pilihan utama Azeglio Vicini di Piala Dunia 1990. Maldini yang saat itu berusia 21 tahun sudah menjadi pemain inti Gli Azzurri. Dalam 7 kali penampilan di Piala Dunia 1990 bersama Italia, Maldini termasuk pemain yang selalu bermain selama 90 menit. Artinya Maldini bermain penuh di ajang Piala dunia 1990 yang diadakan di rumah sendiri tersebut. Sayangnya Gli Azzurri gagal meraih juara di rumah sendiri dan hanya dapat meraih peringkat ketiga setelah kalahkan Inggris. Sebagai apresiasi terhadap kostribusinya, FIFA memasukan nama Maldini menjadi salah satu bagian dari Tim All Stars Piala Dunia 1990.
Di Piala Dunia 1994 di Amerika Serikat, kembali Maldini mendapat tempat di hati pelatih Gli Azzurri. Kali ini Arigo Sachi yang memberikan kepercayaan itu kepada Maldini. Di pertandingan ketiga melawan Meksiko, untuk pertama kalinya Maldini memakai ban kapten menggantikan kompatriotnya di AC Milan Franco Baresi yang dicadangkan oleh Arigo Sachi. Kembali prestasi Italia harus terhenti di final setelah dikalahkan oleh Brasil melalui adu penalti setelah sebelumnya bermain 0-0. kembali di Piala Dunia 1994 ini, Maldini terpilih kembali oleh FIFA untuk menjadi bagian dari pemain bintang Piala Dunia 1994 bersama Roberto Baggio rekan setimnya di Italia. Dua kali menjadi pemain All Stars di Piala dunia menempatkan Maldini sebagai satu dari 21 pemain yang pernah dua kali pula menjadi pemain pilihan All Stars di Piala Dunia, di bawah Franz Beckenbauer (Jerman) dan Djalma Santos (Brasil). Yang menarik ternyata Maldini, satu-satunya dari 21 pemain yang dua kali pernah masuk tim All Stars yang belum pernag merasakan mengangkat trophy Piala Dunia.
Piala Dunia 1998 di Perancis, kembali Il Capitano mendapat kepercayaan untuk memimpin Italia di ajang kejuaraan sepak bola sejagad ini. Kali ini Maldini generasi pertama selaku arsitek yang memberikan kepercayaan penuh kepada Paolo Maldini untuk memakai ban kapten di setiap pertandingan. Sayangnya kembali Maldini harus gigit jari, karena Italia harus tersingkir di babak perempat final oleh tuan rumah Perancis melalui drama adu penalti.
Di Piala Dunia 2002 di Korea-Jepang, Paolo Maldini menyatakan ini merupakan penampilan terakhirnya di level timnas Italia. Il Capitano ingin lebih berkonsentrasi di level klub bersama AC Milan. Perpisahan yang kurang baik bagi Maldini di timnas Italia setelah di babak 16 besar, sang kapten dkk harus tersingkir oleh tuan rumah Korsel dengan skor 2-1. Perjalanan yang cukup panjang bagi Maldini untuk timnas Italia meskipun tanpa raihan gelar internasional untuk level timnas.
Il Capitano Paolo Cesare Maldini, kelahiran 26 Juni 1968 ini semasa hidupnya hanya bermain untuk AC Milan dan timnas Italia. Kesetiaan, loyalitas, disegani dan kharismatik menjadi ciri khas dari pemain kawakan ini. tidak salah jika kemudian meskipun tanpa gelar Piala Dunia, Il Capitano merupakan salah satu pemain legendaris dunia. Seorang legendaris bukan hanya dilihat dari berapa gelar yang ia dapat, tetapi juga karena dedikasinya terhadap sepak bola yang memberi warna tersendiri bagi dunia sepak bola. Dan akhir kata Selamat Ulang Tahun Paolo “Il Capitano” Maldini.
Kecintaan Untuk AC Milan
Maldini memang mantan pemain yang mencurahkan hidupnya untuk Milan. Ia belum pernah membela kesebelasan selain Milan sejak berkarier sejak 1984 sampai pensiun pada 2009 lalu.
Pria yang menapaki posisinya sebagai full-back kiri atau bek tengah ini tetap bersinar walau bermain di usia yang sudah senja. Hampir setiap anak generasi 1990-an di Indonesia, menempel poster Maldini di kamarnya.
Mesikpun ia lebih sering bermain di sisi kiri dalam sebagian besar kariernya, tapi posisi asli Maldini adalah full-back kanan. Pria asli Milan yang lahir 49 tahun silam itu, mulai bermain pada posisi tersebut.
Tapi Arrigo Sacchi sebagai pelatihnya pada saat itu mengalihkannya ke sisi kiri karena di kanan sudah ada Mauro Tassotti. Sacchi mengetahui hal tersebut tidak akan menjadi masalah karena Maldini mampu fleksibel memainkan kedua kakinya.
“Saya masih ingat pada beberapa menit awal, saya mendapatkan bola, lalu mengembalikannya pada kiper. Setelah itu, saya baru menyadari, saya sedang bermain di Serie-A,” celotehnya ketika menceritakan debutnya di Milan menghadapi Udinese pada 20 Januari 1985 dalam usia 16 tahun.
Maldini memiliki cara sendiri untuk membuat banyak orang kagum. Ia adalah contoh nyata kalau seorang bek tidak perlu berulah beringas untuk menjadi hebat. Ia hanya perlu mencegah lawan untuk mencetak gol dengan cara yang elegan.
Buktinya, statistik yang ditunjukan FIFA.com mencatat hanya satu kali kartu merah yang didapatkannya dari 1000 pertandingan yang sudah dijalaninya.
Ketika menyerang, Maldini memiliki kecepatan dan pengirim umpan silang yang bagus. Bahkan dia sanggup mencetak 33 gol di sepanjang karirnya.
Tapi jelang akhir kariernya, Maldini mulai kehilangan kecepatan dan dipindahkan ke bek tengah. Di posisi itulah ia mengungguli lawan atas pengalamannya, kemampuan taktis, penentuan posisi dan waktu yang tepat untuk memenangkan bola. Maldini memang diakui merupakan bek tangguh kelas dunia yang tak mudah dilewati lawan.
“Saya selalu menemukan diri saya kesulitan saat menghadapi Paolo Maldini,” ujar legenda Brasil, Luiz Nazario Ronaldo Da Lima. “Ia tentunya merupakan bek tertangguh yang pernah saya hadapi sepanjang karier saya. Ia seharusnya layak mendapatkan gelar pemain terbaik dunia, bahkan beberapa kali,” sambungnya.
Maldini adalah kemegahan dalam derby Della Madoninna (AC Milan vs Inter Milan) pada eranya karena saling berhadapan dengan Javier Zanetti. Dulu, kharisma Maldini dan Zanetti memang menjadi daya tarik tersendiri karena kesetiannya kepada kesebelasannya masing-masing. Semua orang pasti merindukan Derby della Madoninna era Maldini dan Zanetti itu.
Dua Sisi Mata Uang Karier Paolo Maldini
Ibarat dua sisi mata uang, prestasi Maldini yang sangat luar biasa bersama Milan berbanding terbalik dengan di Tim Nasional (timnas) Italia. Karier Maldini bersama timnas Italia dimulai pada 1988 dan berakhir pada 2002 usai Piala Dunia di Korea Selatan dan Jepang.
Bermain sebanyak 126 kali dan mencetak tujuh gol, prestasi terbaik Maldini bersama Italia adalah sebagai runner-up Piala Dunia 1994 dan Euro 2000. Ketika Italia meraih gelar juara Piala Dunia 2006, Maldini hanya bisa menjadi penonton.
Andai saja jika Maldini masih tergabung dengan Italia pada saat itu, ia juga akan dikenang sebagai simbol salah satu simbol Italia. Padahal sebelumnya ia berkesempatan menerima ajakan Macelo Lippi untuk kembali masuk ke dalam skuat Italia pada Piala Dunia 2006.
Karier Maldini bersama Italia pun cukup panjang sejak melawan Yugoslavia dalam laga persahabatan pada 31 Maret 1988. Maldini masih berusia 19 tahun ketika menjalani debut di Italia senior tersebut. Pada itu jugalah Maldini mengantarkan Italia ke semifinal Piala Eropa dan ditaklukan Uni Soviet. Kegagalan di semifinal juga terjadi pada Piala Dunia 1990 walau berstatus sebagai tuan rumah.
Pada 1994, hampir menjadi tahun terbaik Maldini bersama Italia, seandainya jika tiga tembakan penalti rekannya berhasil. Tahun itulah Italia mencapai final Piala Dunia 1994 di Amerika Serikat. Skor laga itu berkesudahan 0-0 dan berlanjut ke adu penalti. Italia sempat girang karena sepakan Marcio Santos gagal. Tapi nyatanya eksekusi Franco Baresi, Daniele Massaro dan Roberto Baggio pun kandas. Alhasil, Maldini pun gagal meraih gelar pertamanya bersama Italia.
Ia hampir mendapatkan gelar pertamanya lagi pada Piala Eropa 2000. Namun harus kandas karena golden goal yang dicetak David Trezeguet pada menit 103 pada partai final.
Sistem gol emas itu merupakan aturan pada perpanjangan waktu yang di mana pencetak gol tercepat adalah pemenangnya. Gol emas itu lagi-lagi membuat Maldini pilu ketika Piala Dunia 2002 setelah Ahn Jung-hwan melakukannya pada menit 117. Setelah tersingkir itulah ia pensiun dari Italia dan belum pernah mencicipi satu gelar pun bersama negaranya tersebut.
Ironi Akhir Karier Paolo Maldini
Ada banyak hal yang bisa diingat dari Paolo Maldini, salah satunya adalah kelegendaannya yang berbalur tabu pada 24 Mei 2009 lalu saat melawan AS Roma. Pertandingan itu merupakan yang ke-900 untuknya dan kali terakhir Maldini bertanding untuk Milan di San Siro.
Laga perpisahan ini seharusnya menjadi manis. Andrea Pirlo yang menangis haru, para pemain Roma yang mengenakan kaos bertuliskan “Terima Kasih, Paolo”.
Tapi yang berkibar megah dari Curva Sud (tribun selatan) bernotabene tempat Ultras Milan, justru kostum raksasa Franco Baresi di harinya Maldini itu. Bagi kumpulan ultras itu, Milan hanya punya satu kapten, dan itu bukan Maldini, melainkan Baresi. Memang Maldini tidak memiliki hubungan yang tidak akur dengan para ultras.
Sekitar musim 1997-1998, saat Maldini baru enam bulan menjabat sebagai kapten, Curva Sud membentangkan spanduk yang bertuliskan “Kurangi Hollywood dan Perbanyak Kerja Keras” di depan rumah Maldini. Hollywood adalah nama tempat hiburan malam di Milan. Maldini dan teman-temannya memang sering bersenang-bersenang di sana.
“Saya hanya belajar untuk menerima setiap bagian dan pembagian peran di Milan,” ujar Maldini ketika menceritakan pengalamannya ditunjuk sebagai kapten.
“Milan selalu bermain dengan gaya bermainnya sendiri ketimbang mengubah gaya bermain untuk menghancurkan gaya bermain lawan. Pemain berganti, tapi filosofi ini tak pernah berubah,” sambungnya.
Kemudian Milan mempensiunkan seragam nomor tiga yang dimiliki Maldini. Tapi sejak pensiun, ia belum pernah lagi bergabung ke Milan dalam peran apapun. Maldini Sempat digadang-gadang menjadi direktur teknik karena tertangkap basah oleh media-media Italia telah bertemu dengan Marco Fassone selaku CEO Milan di rumahnya. Tapi sampai saat ini posisi itu masih belum diwujudkan.
Padahal Maldini sendiri sudah pasti siap melakukan apapun yang terbaik untuk Milan. Tapi di sisi lain, kesebelasan dan unsur-unsur penguasa justru melihatnya sebagai sumber masalah. Apalagi kritiknya untuk Milan selalu tajam dalam beberapa musim terakhir ini.
Tapi baginya tidak ada jalan lain bagi Milan untuk saat ini. Sebab Cinta adalah alasan utama bagi Maldini untuk mengakhiri klub yang dibela dalam jangka waktu yang lama.
Editor : Christy Lompoliuw
Sumber : detik.com/kompasiana.com