CYBERSULUT.NET – Tim Kuasa Hukum John Hamenda, telah menggelar jumpa pers terkait langkah praperadilan (praper) yang ditempuh atas proses pidana Hamenda.
Menurut Advokat Napal Januar Sembiring, perkara pidana yang menjerat kliennya terkesan sangat dipaksakan, sebab tidak menyentuh akar dibalik terjadinya transaksi jual beli tanah.
“Inti alasan kami mengajukan praper, ini persoalan perdata dan bukan pidana,” tegas Sembiring kepada awak media, didampingi Advkoat Frangky Mantiri baru baru ini.
Selanjutnya, sembiring membeberkan kronologis persoalan berawal ketika kliennya hendak mengembangkan bisnis mall Manado Square di atas tanah seluas 36.560 m2 dan seluas 16.091 m2, yang terletak di Malalayang I, dengan Sertifikat Hak Milik (SHM) Nomor 3788 dan SHM Nomor 3789.
Peristiwa itu terjadi 2003 lalu, dan Hamenda telah berhasil mengumpulkan 200 investor untuk menjalankan bisnis tersebut. Sayangnya, bisnis belum berjalan lancar, tapi Hamenda telah terjerat hukum dalam kasus BNI.
Akibatnya, bisnis mall Manado Square menjadi macet. Dan ratusan investor yang telah membayar uang muka dengan total Rp50 miliar lebih, lantas meminta kembali uang mereka.
Dijelaskan Sembiring, dengan itikad baik kliennya lalu mengumpulkan para Investor di Jakarta, dan menjanjikan siap bertanggung jawab. Di pertemuan itu, Hamenda juga ikut menjaminkan dua SHM miliknya. Dengan ketentuan untuk dijual, dan uang hasil penjualan rencana akan diberikan kepada para investor, sisa diserahkan kepada Hamenda.
Karena ada begitu banyak investor, sehingga ditunjuklah lima perwakilan investor yakni Arianto Mulja, Subagio Kasim, Ratna PN Badarudin, Siman Slamet, dan Denny Wibisono Saputro.
Saat itu, ikut dibuat pula kesepakatan di atas notaris terkait prosedur kuasa penjualan tanah. Namun, saat Hamenda mendekam dalam penjara atas kasus BNI. Seluruh asetnya termasuk dua SHM ikut disita penyidik.
Dan ketika putusan inkrah, Majelis Hakim memutuskan agar dua SHM tersebut dikembalikan kepada pemiliknya. Celah itu lantas dimanfaatkan kelima investor dengan membuat surat ke Kejaksaan Agung RI agar 2 SMH dikembalikan kepada investor.
Menariknya, saat 2 SHM berhasil dikuasai kelima investor. Terjadilah proses transaksi, dimana tanah tersebut malah dibeli salah satu dari kelima investor atas nama Denny Wibisono Saputro, tanpa sepengetahuan Hamenda.
Sedangkan berdasarkan akta notaris kuasa penjualan, tanah tersebut tidak boleh oleh salah satu dari kelima investor. Hebatnya lagi, kemudian terjadi transaksi lagi, dimana Wibisono menjual lagi tanah tersebut kepada bos Jumbo Manado, Ridwan Sugianto. Kemudian terjadi peralihan balik nama.
Begitu mengetahui hal tersebut, pihak Hamenda ikut menempuh gugatan di PTUN, yang kini masih dalam tahap banding.
Sementara itu, bos Jumbo yang tak ingin aksi monopolinya gagal, lantas memproses pidana Hamenda dengan membuat laporan ke Polresta Manado tahun lalu.
Dimana, berdasarkan laporan bernomor 651/III/2018/SULUT/RESTA-MND tanggal 15 Maret 2018, Hamenda telah dituding melanggar Pasal 372 dan 385 KUHPidana.
Laporan itu, tak didalami lebih lanjut oleh penyidik Polresta Manado. Sehingga, mereka ikut menjadikan Hamenda sebagai tersangka dalam kasus tersebut.
Keberatan atas jeratan hukum yang diduga tidak sesuai prosedural, tim Kuasa Hukum Hamenda akhirnya ikut mengajukan permohonan praper ke Pengadilan Negeri (PN) Manado.
Dalam permohonan prapernya yang terdaftar, Jumat (10/05) lalu, tim Kuasa Hukum Hamenda telah menjadikan pihak Polresta Manado sebagai termohon. Dan menilai kalau penetapan tersangka tidak sah.
Ketua PN Manado, Lukman Bachmid SH MH ketika dikonfirmasi melalui Juru Bicara Hakimnya, Vincentius Banar SH MH membenarkan adanya permohonan praper tersebut.
“Iya benar telah teregister permohonan praper dari pemohon Jhon Hamenda dengan nomor 7/Pid.Pra/2019/PN Mnd. Hakim prapernya Bapak Ferry Sumlang, dan agenda sidangnya dimulai tanggal 21 Mei 2019,” tandas Banar.
*/Serly Wilhelmina