Geram Eksekusi Mati Sandera, Presiden Duterte Ancam Makan Hidup-Hidup Militan Abu Sayyaf

CYBERSULUT.NET – Presiden Filipina Rodrigo Duterte mengancam akan memakan militan Abu Sayyaf hidup-hidup setelah kelompok terafiliasi ISIS itu mengeksekusi mati dua sandera asal Vietnam baru-baru ini.

“Saya akan memakan hati Anda jika diminta! Beri saya garam dan cuka, akan saya makan itu di depan mata kalian!” ucap Duterte dalam pidatonya di depan aparat lokal pada Rabu (5/7) malam, seperti dikutip AFP.

“Saya tidak memilih-milih makanan, saya makan semuanya. Saya bahkan bisa memakan apa yang tidak bisa ditelan,” katanya menambahkan.

Komentar itu dilontarkan Duterte lantaran geram dengan pemenggalan dua sandera Abu Sayyaf yang diculik sejak November lalu bersama empat warga Vietnam lainnya.

Satu di antara mereka berhasil dibebaskan pada Juni lalu.

“Apakah kita mau membiarkan diri diperbudak oleh orang-orang itu? Dasar anak pelacur!” ucap Duterte marah sambil memegang ponselnya yang menunjukkan foto dua sandera tersebut.

Jenazah kedua sandera itu dilaporkan ditemukan kepolisian di Pulau basilan, Mindanao–sebuah wilayah di selatan Filipina yang menjadi markas Abu Sayyaf.

Abu Sayyaf saat ini masih menyandera 22 orang yang berasal dari berbagai negara. (SITE INTEL GROUP via REUTERS)

Juru bicara militer Filipina Kaptain Jo-Ann Petinglay mengatakan kelompok pimpinan Isnilon Hapilon itu kini masih menahan sekitar 22 orang, termasuk 16 warga asing. Tujuh di antaranya merupakan warga Indonesia.

Kelompok ini telah lama menjadi ancaman keamanan bagi pemerintahan Filipina. Abu Sayyaf dikenal dengan aktivitas penyanderaan serta pembajakan kapal asing dengan tuntutan tebusan.

Mereka tak segan membunuh para sanderanya jika tebusan yang mereka minta tak dibayarkan.

Abu Sayyaf beberapa waktu lalu juga mengeksekusi tiga warga Jerman dan Kanada.

Duterte sempat memerintahkan serangan militer terhadap kelompok itu pada tahun lalu, tapi langkah itu tidak membuahkan hasil.

Kementerian Luar Negeri Vietnam mengecam pembunuhan dua warganya tersebut. Hanoi meminta Filipina menghukum berat kelompok yang bertanggung jawab atas kejadian itu.

Eksekusi dua warga Vietnam ini terjadi di tengah pertempuran pasukan pemerintah dengan kelompok pemberontak Maute yang berlangsung di bawah darurat militer di Marawi sejak 23 Mei lalu.

Bentrokan tersebut telah menewaskan setidaknya 460 orang, termasuk anggota militan, militer dan warga sipil.

Selain itu, setidaknya 400 ribu orang terpaksa mengungsi meninggalkan kota yang berpenduduk mayoritas Muslim tersebut.

 

 

 

 

 

 

 

 

Sumber : cnnindonesia

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *