CYBERSULUT.NET – Jaksa Penuntut Umum (JPU) Kejari Manado tuntut dua terdakwa atas kasus pembunuhan guru dengan korban Alexander Pangkey, masing masing, FL (16) pidana 10 tahun dan OU (16) 7 tahun penjara, PN Manado, Selasa (26/11/2019).
Usai persidangan, JPU Zulhia Jayanti Manise, ketika dikonfirmasi Cybersulut.net mengatakan dua terdakwa dituntut dalam pasal 340 KUHP.
“Iya, tuntutan telah kami bacakan, masing masing terdakwa ,sepuluh tahun untuk pelaku utama dan tujuh tahun terhadap terdakwa yang bersama sama. Dengan pasal 340 KUHP, Jo pasal 55 ayat 1 ke 1 KUHP, terbukti pembunuhan berencana,” ujar Jaksa Zulhia.
Menurut JPU, terdakwa yang masih dibawah umur tersebut, dilakukan penuntutan sebagaimana pasal tersebut diatas, dengan hukuman maksimal dua puluh tahun, dan menurut undang undang dilakukan tuntutan setengah dari itu. Untuk melakukan penuntutan hukuman seumur hidup atau pun hukuman mati pun tidak dibenarkan dalam undang undang.
Hal ini sudah diatur dalam Undang-Undang (UU) Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak dan UU No 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Tindak Pidana oleh Anak.
“Semua jeratan pasal yang menghukum anak di bawah umur tidak boleh lebih dari 20 tahun penjara. Meskipun perbuatan yang dilakukan sudah seperti orang dewasa,” singkat Jaksa seraya menambahkan untuk melakukan penuntutan hukuman seumur hidup atau pun hukuman mati pun tidak dibenarkan dalam undang undang sistem peradilan tindak pidana anak.
Terpisah Juru Bicara PN Manado, Immanuel Barru dalam konfirmasi terkait agenda sidang.
“Sidang putusan akan digelar pada Senin (2/12/2019),” seraya menambahkan dalam sidang setelah tuntutan Jaksa, Kedua terdakwa yang didampingi PH Posbakum PN Manado, telah mengajukan pembelaan secara lisan.
Sementara itu terpantau di PN Manado, pihak keluarga korban tampak tak menerima dengan tuntutan dari JPU karena menilai terdakwa sudah berusia 19 Tahun.
“Sampai hati kalian membela si pembunuh,” kata istri korban dalam isak tangisnya.
Kuasa hukum keluarga korban, Yuddi Robot mengakui tuntutan versi jaksa tersebut sudah maksimal sesuai dengan UU Perlindungan Anak.
“Sebaiknya pihak kejaksaan menyampaikan ini ke keluarga korban, dalam rangka edukasi tentang perlindungan anak. Supaya pihak keluarga dapat memahami seperti inilah UU Perlindungan Anak di Indonesia,” kata Yuddi.
Diketahui, dalam UU No 11 Tahun 2012 Tentang Sistem Peradilan Anak, Bagian Kedua tentang Pidana, pasal 81 ayat 6 menyatakan :
Jika tindak pidana yang dilakukan Anak merupakan tindak pidana yang diancam dengan pidana mati atau pidana penjara seumur hidup, pidana yang dijatuhkan adalah pidana penjara paling lama 10 (sepuluh) tahun.
Sekedar diingatkan kembali, sebagaimana dalam dakwan, kasus ini terjadi Senin (21/10/19), sekira pukul 10.00 Wita. Berawal dari kedua terdakwa dihukum Kepala Sekolah Ichtus karena terlambat. FL dan OU dihukum mengisi tanaman di pollyback.
Saat selesai keduanya merokok di dekat kelas mereka. Korban yang merupakan guru mereka, mendapati keduanya sedang menghisap sebatang rokok. Kelakuan keduanya diabadikan korban dengan foto lewat telepon seluler.
Akibat hal itu, terdakwa FL naik pitam dan keluar dari sekolah. Ia menuju ke rumah dan mengambil sebilah badik di kamarnya dan kembali ke sekolah. Saat di sekolah tersebut, FL melihat temannya OU sedang adu mulut dengan korban.
Dengan segera FL menyerang korban dengan sebilah senjata tajam. Bertubi-tubi serangan dilancarkan FL dengan badik ke tubuh korban. OU sempat menahan, tapi FL terus menyerang korban. Korban berlari sembari meminta tolong menuju pos jaga. Tapi kembali FL terus mengejar dan kembali menghujamkan badik ke tubuh korban yang sudah bersujud karena tak mampu lari berdiri.
Setelah melakukan penikaman, FL langsung kabur menuju rumah neneknya, sebelum akhirnya dibekuk polisi.
Serly Wilhelmina/Christy Lompoliuw