CYBERSULUT.NET – Jubir RKUHP, Albert Aries, menegaskan pasal pidana untuk pelaku seks di luar pernikahan adalah delik aduan. Selama tidak ada aduan, tidak ada proses hukum kepada pelaku seks di luar nikah.
“Tidak benar orang yang melakukan hubungan seks di luar pernikahan serta-merta dapat dipenjara 1 tahun penjara. Sebab, jenis delik dalam tindak pidana perzinaan adalah aduan (klacht delict), sehingga tidak akan pernah ada proses hukum tanpa adanya pengaduan dari pihak yang berhak mengadu, yaitu suami atau istri bagi yang terikat perkawinan dan orang tua atau anak bagi yang tidak terikat perkawinan,” kata Albert Aries kepada wartawan, Jumat (25/11/2022).
Pasal 413 berbunyi:
1. Setiap orang yang melakukan persetubuhan dengan orang yang bukan suami atau istrinya dipidana karena perzinaan dengan pidana penjara paling lama 1 (satu) tahun atau pidana denda paling banyak kategori II.
2. Terhadap tindak pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak dilakukan penuntutan kecuali atas pengaduan:
a.suami atau istri bagi orang yang terikat perkawinan; atau b.Orang Tua atau anaknya bagi orang yang tidak terikat perkawinan.
3. Terhadap pengaduan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) tidak berlaku ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 25, Pasal 26, dan Pasal 30.
4. Pengaduan dapat ditarik kembali selama pemeriksaan di sidang pengadilan belum dimulai.
“Tindak pidana perzinaan yang diatur dalam RKUHP juga mengatur alternatif sanksi pidana denda yang tidak diatur atau dikenal dalam pasal 284 KUHP yang berlaku saat ini, sehingga kalaupun akhirnya terbukti memenuhi unsur, pelakunya tidak selalu harus berakhir di penjara, karena ada alternatif sanksi berupa denda kategori II (maksimal Rp 10 juta),” ucap Albert Aries.
Selain itu, kata Albert Aries, dalam melihat ketentuan tindak pidana yang ada dalam buku II RKUHP, masyarakat juga perlu melihat ketentuan buku I RKUHP sebagai ‘operator’. Misalnya ketentuan Pasal 85 RKUHP yang mengatur tentang sanksi pidana kerja sosial yang dapat dijatuhkan jika pelaku melakukan tindak pidana yang diancam dengan pidana penjara kurang dari 5 tahun dan hakim menjatuhkan pidana penjara paling lama 6 bulan atau pidana denda paling banyak kategori II.
“Mengenai tindak pidana melakukan hidup bersama sebagai suami-istri di luar perkawinan (Kohabitasi), Pemerintah dan DPR juga menyepakati ditambahkannya penjelasan bahwa dengan berlakunya tindak pidana kohabitasi ini, maka seluruh peraturan perundang-undangan lainnya (yang mengatur hal yang sama) menjadi tidak berlaku,” beber Albert Aries.
“Justru, di sinilah RKUHP melindungi ruang privat masyarakat, karena dengan mengatur tindak pidana perzinaan dan kohabitasi sebagai delik aduan, maka pihak ketiga atau masyarakat yang tidak dirugikan secara langsung tidak boleh melakukan tindakan main hakim sendiri (eigenrichting), karena kewenangan mengadu hanya diberikan kepada mereka yang berhak mengadu,” pungkas Albert Aries.
Sumber : detik.com