Pernah Terjadi di Pilkada 2020, Bawaslu RI Ingatkan Waspada Penyalahgunaan Data Orang Meninggal

Ketua Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) RI, Rahmat Bagja

CYBERSULUT.NET – Ketua Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) Rahmat Bagja mengingatkan jajarannya termasuk Komisi Pemilihan Umum (KPU), mewaspadai kemungkinan penyalahgunaan data orang meninggal untuk memilih pasangan calon tertentu saat pemungutan suara di TPS.

“Di Pilkada 2020, ada orang yang sudah meninggal bisa memilih di TPS. Ada surat suaranya, ada tanda tangan di daftar hadirnya. Jadi, KTP-nya digunakan oleh orang lain, sengaja, karena KTP-nya (foto) sudah buram,” ujar Bagja dalam acara Forum Koordinasi Sentra Penegakan Hukum Terpadu (Gakkumdu) untuk Wilayah Maluku, Sulawesi, dan Kalimantan di Makassar, Sulawesi Selatan, Kamis (27/6/2024) sebagaimana disiarkan kanal YouTube Kemenko Polhukam RI.

Dikatakan Bagja, setelah ada pemeriksaan yang berlangsung setelah pemungutan suara selesai, ternyata orang yang datanya disalahgunakan itu, meninggal empat hari sebelum pemungutan suara. Alhasil, Mahkamah Konstitusi pun memerintahkan pemungutan suara ulang (PSU) di TPS yang bermasalah tersebut.

“Horor itu. Itu hanya terjadi di Indonesia,” kata Bagja, menekankan.

Oleh karena itu menurut Bagja, KPU dan Bawaslu sengaja mengutamakan penduduk yang tinggal di lingkungan TPS sebagai anggota KPPS dan panitia pengawas.

“Itu kenapa petugas KPPS harus penduduk setempat supaya mengenal siapa yang memilih pada saat itu. Ini kemudian wisdom-nya teman-teman KPU dan Bawaslu dalam memilih penyelenggara ad hoc di bawahnya,” ujarnya.

Diungkapkan Bagja, pada Pilkada 2020 ada 12 putusan pengadilan terkait pelanggaran memberikan suara lebih dari sekali di satu TPS atau lebih dari satu TPS, dan empat putusan terkait pelanggaran menyuruh orang lain yang tidak berhak memilih memberikan suara di satu TPS atau lebih. Pelanggaran-pelanggaran itu masuk dalam pelanggaran pidana terkait pemilu dan pilkada.

Bagja juga mengingatkan ada kemungkinan pelanggaran terkait pemilihan terjadi saat rekapitulasi suara. Dia pun meminta penyelenggara, termasuk pengawas di TPS, mewaspadai suara nol.

“Yang namanya nol dalam rekapitulasi itu besar. Teman-teman polisi, jaksa harus dikasih tahu ini biar bukan cuma joke (candaan) penyelenggara. Jadi nol itu kadang-kadang bisa jadi tuyul. Nol-nya tiba-tiba 100, nol-nya hilang,” tutur Bagja.

Menurut dia kemungkinan pengaturan suara itu dapat terjadi pada waktu-waktu rentan, yaitu saat menjelang pagi ketika penyelenggara dan pengawas mulai lelah dan mengantuk.

“Itu terjadi biasanya saat rekapitulasi suara menjelang pagi. Pengawas terkantuk-kantuk, nol-nya hilang. Kemungkinan itu terjadi, dan saksinya sudah tidur misalnya. Kemungkinan-kemungkinan itu terjadi sehingga trennya penyelenggara ad hoc-nya bermasalah,” jelasnya.

Di hadapan polisi, jaksa, anggota Bawaslu saat forum koordinasi Sentra Gakkumdu itu, Bagja menyebut total ada 5.334 kasus pelanggaran terkait Pilkada 2020 yang ditangani Bawaslu. Dari jumlah itu, 1.532 terkait pelanggaran administrasi, 292 terkait pelanggaran kode etik, 182 terkait pelanggaran pidana pemilihan, 1.570 kasus terkait pelanggaran hukum lain terkait pemilihan, dan 1.828 kasus ditetapkan sebagai bukan pelanggaran.

Dari pelanggaran-pelanggaran itu, ada 161 kasus yang sampai pada putusan pengadilan negeri, dan 34 kasus sampai putusan pengadilan tinggi.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

error: Continue copy, click home